ilustrasi-bulan_20161114_162127

Mengarifi bencana Kesadaran religius itu perlu dimanifestasikan dalam bentuk sikap arif dan pemikiran positif sehingga yang dicari bukan ‘kambing hitam’, melainkan pelajaran terpetik dan hikmah indah di balik bencana itu. Mengarifi bencana merupakan proses pembelajaran dan pendewasaan mental spiritual, baik bagi korban langsung maupun tidak langsung.

Oleh karena itu, mengarifi bencana perlu diresponi sebagai ujian iman dan kesabaran agar yang diuji memiliki etos perjuang­an dan ketahanan mental spiritul yang kokoh. Mengarifi bencana itu sarat dengan edukasi iman dan penyadaran mental spiritual agar manusia tetap memiliki nalar positif dan kreatif sehingga semakin bersyukur, bersabar. 

Mengarifi bencana alam sebagai cara Tuhan menegur hamba-Nya supaya tidak melampaui batas, dengan menghentikan pelampiasan nafsu menguasai, kekuasaan, kerusakan, dan penghancuruan lingkungan, dan lain sebagainya; boleh-boleh saja. Tapi, bukankah bencana juga sering terjadi akibat ulah, tingkalaku, perilaku manusia?

Edukasi agama Bencana juga mengharuskan kita mengevaluasi keberagamaan dan edukasi agama yang selama ini dilakukan. Tampaknya, keberaga­maan mayoritas warga bangsa ini masih cenderung simbolis dan ritual formal, belum substansial dan kontekstual.

Sudah saatnya umat beragama memaknai bencana sebagai alarm kehidupan bukan karena Tuhan memilih manusia yang menjadi korban bencana sebagai sasaran hukuman serta amarah-Nya. Serta, mereka yang lolos dari bencana karena lebih mendapat perhatian dan kasih sayang Tuhan.

Jadi, edukasi agama yang menggembirakan dan mencerahkan merupakan salah satu solusi dalam penanganan bencana, karena bersentuhan langsung dengan dimensi mental spiritual dan moral para korban dan segenap warga bangsa.

Jakarta News