By Opa Jappy


Fatwa Halal MUI


Majelis Ulama Indonesia atau MUI (Arab: مجلس العلماء الإندونيسي‎ Majlis al-ʿUlama’ al-Indunīsī) didirikan oleh Pemerintah RI pada 7 Rajab 1395 H atau 26 Juli 1975 Masehi di Jakarta, Indonesia.

Dengan tugas utama (i) membantu pemerintah dalam melakukan hal-hal yang menyangkut kemaslahatan umat Islam, seperti mengeluarkan fatwa kehalalan makanan, (ii) penentuan kebenaran aliran dalam agama Islam, (iii) memberikan nasehat dan pandangan terkait hubungan Umat Muslim dengan lingkungannya.

Selain itu, MUI adalah Lembaga Swadaya Masyarakat (yang terdiri dari para ulama, zuama, dan cendekiawan Islam) untuk membimbing, membina, dan mengayomi umat Islam di Indonesia.

Fatwa-fatwa Kontroversi MUI antara lain Tentang Pluralisme, Liberalisme, dan Sekularisme Agama, Pernikahan beda agama, LDII, Syiah, Ahmadiyyah

Dalam frame kehalalan makanan, maka MUI mempunyai Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia atau LPPOM MUI. Lembaga ini bertugas melakukan pemeriksaan terhadap kehalalan produk dari sisi ilmiah.

Ketetapan fatwa dan tanda atau label halal tidak boleh dibuat sendiri secara individual ataupun oleh pihak produsen karena merupakan ketetapan agama.

 

Hanya pihak yang memiliki pemahaman agama dan otoritas keagamaan shahih boleh menetapkannya. Karena Halal termasuk dalam terminologi agama dan hukum. Penetapan suatu produk halal atau haram, hanya bisa dilakukan oleh orang yang berkompeten.

Untuk memutuskan halal-haramnya suatu produk, Komisi Fatwa MUI melakukan pendekatan Ilmiah dan Syariah

 

Pendekatan Ilmiah

Pemeriksaan ilmiah dilakukan oleh auditor-auditor halal yang profesional dan terpercaya. Dan dari berbagai latar bidang ilmu; antara lain teknologi pangan, kimia, biokimia, teknologi industri, biologi, farmasi.

Pendekatan Syariah.

Fatwa merupakan istinbath hukum kontemporer dalam ranah agama. Yakni fatwa sebagai hasil ijtihad para ulama yang ahli atas fenomena hukum yang tidak dijelaskan di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits.

“Fiqih yang digunakan adalah fiqih qadha’i yang bersifat final dan binding serta sudah pada level aturan negara. Sehingga, sudah tidak dibolehkan adanya perbedaan pendapat. Artinya, kewenangan tidak bisa dibagikan kepada siapa pun. Meski acuannya sama, namun kalau penetapan fatwanya berbeda itu juga tidak bisa.

Proses Fatwa dan Sertifikasi Halal dari MUI

  1. Produk diperiksa oleh LPPOM MUI
  2. Hasil pemeriksaan dilaporkan ke Komisi Fatwa MUI
  3. Komisi Fatwa MUI menentukan status halal atau haram melalui Sidang Komisi Fatwa
  4. MUI mengeluarkan Ketetapan Halal berupa Fatwa tertulis atau sertifikat dan label halal.


Sertifikasi Halal Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal

Berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, maka dibentuk Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal atau BPJPH.

Produk tersebut, menurut Pasal 1 UU JPH, adalah barang dan/atau jasa.

Barang

Makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat.

Produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik hanya yang terkait dengan produk makanan, minuman, obat-obatan dan kosmetik.

Gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat yaitu barang yang berasal dari dan/atau mengandung unsur hewan.

Barang gunaan berupa barang gunaan yang dipakai yang terdiri atas sandang, penutup kepala dan aksesoris.

Barang gunaan yang digunakan terdiri atas perbekalan kesehatan rumah tangga, peralatan rumah tangga, perlengkapan peribadatan bagi umat Islam, kemasan makanan dan minuman, dan alat tulis dan perlengkapan kantor.

Jasa

Penyembelihan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian terkait dengan makanan, minuman, obat, atau kosmetik. 


Proses Sertifikasi BPJPH

  1. Pelaku usaha mengajukan permohonan sertifikasi halal kepada BPJPH
    Dokumen permohonan sertifikasi halal, antara lain: Surat Permohonan, Formulir Pendaftaran, Aspek Legal Perusahaan seperti salinan NIB atau jika belum ada dilengkapi dengan NPWP/IUMK/IUI/SIUP/API/NKV, Dokumen Penyelia Halal, Daftar Produk & Bahan/Menu, Proses Pengolahan Produk
  2. BPJPH melakukan pemeriksaan dokumen permohonan
  3. BPJPH menetapkan Lembaga Pemeriksa Halal
  4. LPH melakukan pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk
  5. Hasil pemeriksaaan/pengujian dilaporkan ke BPJPH
  6. BPJPH menerbitkan sertifikat halal.


Opa Jappy | Jakarta News

 

Kompas