WhatsApp Image 2023-12-10 at 10.56.20

 

Tg Priok, Jakarta Utara | Mungkin Anda termasuk orang yang familiar dengan PGI dan KWI; ya, sesuai dengan dirimu pikirkan. Jika tak tahu, silakan googling. Namun, bagaimana dengan PGPI atau Persekutuan Gereja-gereja Pentakosta Indonesia? Jujur, banyak Umat Kristen dan Katolik yang “tidak mengenal PGPI.” Pada frame itulah, beberapa waktu lalu, sejumlah Jurnalis (beragama) Kristen, melakukan temu muka temu kenal temu akrab dengan Ketum PGIP, Pdt. Jason Balompapueng

 

Lintasan Sejarah

Menurut Pdt. Prof Dr, Jan S. Aritonang, dalam Jurnal Sejarah Pertumbuhan Gerakan Pentakostal di Indonesia, ada dua versi kehadiran Gereja-gereja Pentakosta di Dunia,

Pertama, Rev. Charles Fox Parham, dari Episcopal Methodist Church, memisahkan diri dari Gereja Metodist. Alasanya, karena Gereja Metodist kurang menekankan kehidupan dan peranan Roh Kudus. Kemudian, Parham, dan para pengikutnya, setelah memisahkan diri, melakukan ibadah (kebaktian) dengan penekanan utama pada Khotbah, Puji-pujian, dan Penyembahan. Pada kebaktian di Kansas, AS, awal 1901, saat penyembahan Pdt. Charles Fox Parham dan sejumlah umat mendapat anugerah berbahasa lidah atau glossolalia.

Kedua, peristiwa pencurahan Roh Kudus pada Revival di Azusa Street, oleh Rev. William Seymour, Los Angeles, Amerika Serikat pada 9 April 1906

Pada perkembangan kemudian, gerakan Pentakosta menyebar ke seluruh AS; dan membangkitkan semangat “Pergi ke ujung-ujung Bumi, dan jadikan seluruh bangsa Murid-Ku.” Karena semangat itulah maka tahun 1922 Gereja Bethel Temple di Seattle, Amerika Serikat mengutus Cornelius Groesbeek dan Richard van Klaveren melayani di Hindia Belanda.

Keduanya melayani di Bali, termasuk menerjemahkan Injil Lukas ke bahasa Bali dan melakukan penyembuhan ilahi dengan doa. Belakangan Pemerintah Hindia Belanda mengusir Cornelius Groesbeek dan Richard van Klaveren karena dinilai merusak Kebudayaan Bali. Kemudian keduanya pindah ke Jawa.

Hasil pelayanan Groesbeek dan Klaveren tersebut, banyak orang (latar Kriaten dan Bukan) tertarik serta menjadi Umat Pentakosta. Benih-benih Awal Pentakota itulah menyebar ke Nusantara. Menjangkau hingga Sumatera Utara, Minahasa, Maluku, dan lain sebagainya.

Tahun 1971, karena semangat Orde Baru serta menjelang Pemilu 1971, jemaat-jemaat (Umat dan Gereja-gereja) Pentakosta, meras perlu menyatukan dalam satu persekutuan; agar tidak terpilah dan terpengaruh hal-hal duniawi. Pada tahun itu, di Surabaya, mereka membentuk PUKRIP atau Persekutuan Umat Kristen Pentakosta di Indonesia. Beberapa tahun kemudian berubah nama menjadi Persekutuan Umat Kristen Pancasila. Di samping itu, lahir juga organasi sejenis, yang tetap Pentakostal.

Tanggal 28 Agustus – 3 September 1979, di Jakarta, sejumlah Organisasi Gereja-gereja Pentakosta sepakat untuk melebur diri menjadi satu organisasi. Kesepakatan tersebut, juga didukung Pemerintah RI, dilanjutkan dengan Musyawarah Besar Penyatuan, 14 September 1979 di gedung Wanita-Kalibokor, Surabaya; dan terbentuk Dewan Pantekosta Indonesia atau DPI.

Tahun 1998, 22 Oktober 1998, pada Musyawarah Besar IV DPI di Cisarua, Bogor, DPI berubah menjadi Persekutuan Gereja-Gereja Pentakosta Indonesia atau PGPI. Saat ini, Gereja-gereja Anggota PGPI sebanyak 96 Sinode (53.000 Jemaat/Gereja), serta jumlah jemaat mencapai lebih dari 15 Juta orang di/dan dari seluruh Indonesia.

PGIP Menatap Tuaian Masa Depan

Dalam perjalanan panjang kehadiran pelayanan Gereja-gereja Pentakosta, sebut saja PGIP, di Indonesia, penuh dengan, tak sedikit, pergumulan, tantangan, kecurigaan; bahkan tudingan sebahagai Gereja Sesat (meminjam istilah Ketum PGPI, Pdt. Jason Balompapueng).

Hadapi semuanya itu, sejak lama, para pimpinan DPI, hingga kini PGPI, tidak takut. gentar, serta pelanannya surut, layu, serta lunglai tak berdaya. Mereka tetap kokoh, tegar, teguh menanam Firman dan memanen jiwa-jiwa baru untuk Sang Kepala Gereja, Yesus Kristus. Pendeta dan Gembala-gembala Jemaat di Kota maupun Desa serta pelosok, terus giat di Ladang yang dipercayakan Kepala Gereja ke/pada mereka.  Banyak Gereja-gereja Pentekosta hingga sampai ke kampung-kampung, juga merupakan bentuk legitimate serta penerimaa terhadap Gereja-gereja Aliran Pentakosta. Ini adalah panen besar.

Natal PGPI 2023

Dalam frame menatap tuaian di masa depan itulah, menurutcPGPI, Pdt. Jason Balompapueng, Tema Perayaan Natal 2023 adalah The Harmony of Christmas (1 Petrus 1 ayat 22). Keharmonisan tersebut sebisa mungkin menciptakan (tetap) harmoni, saling mengasihi, menjaga kerukunan, dan persaudaraan di/dan dalam Kristus. Tertuju ke sesama umat dan saudara-saudara se Bangsa dan Tanah Air.

Dengan sikon itu juga, ketika umat menghadapi Pilpres dan Pileg, mereka lakukan itu dengan gembira, suka cita, damai, serta persaudaraan.

 

Mikhal Kutana, Jakarta News