Mari Berkelana Sejenak.

Plato berkata, “Socrates, guruku, adalah temanku, tetapi sahabat yang lebih besar adalah kebenaran itu sendiri.” Itu diaminkan oleh Aristoteles, namun ia sebut sebagai Kebenaran lebih utama dari persahabatan. Menurut Aristoteles, “Amicus Plato, sed magis amica veritas,” (Plato adalah teman saya, tetapi kebenaran adalah teman yang lebih baik atau Plato  adalah teman, tapi kebenaran lebih banyak teman).

Frasa tersebut muncul dalam Etika Nicomachean (1096), tepatnya Plato  is my friend, but truth is a better friend. Dimaknai sebagai. ringkasnya,  Umat Manusia sebagai Dosen Universal pada “Universitas Akal Budi” harus (i) memeriksa gagasan tentang Kebaikan Universal, dan (ii) meninjau kesulitan-kesulitan yang terlihat dan didapat.  Meskipun penyelidikan semacam itu bertentangan dengan keinginan; karena persahabatan, teman mau sahabat, mau atasan, mau pasangan hidup, jika menyangkut kebenaran atau “Theory of Ideas” memungkinkan manusia berselisih argumentasi dan bukan perselisihan sentimen.

Mari Terus Berkelana dan Jangan Berkata, Saya Mau di Bawa ke Mana?

Begini, Seorang Profesor, yang juga yunior saya, pernah menulis Artikel Ilmiah (dan dijadikan buku saku secara Indie) dengan judul Amicus Jokowi  atau Jokowi Sahabatku. Ia, Sang Profesor itu, menyampaikan dukungan dan aminkan kinerja Jokowi untuk Rakyat, Bangsa, dan Negara.

Namun, beberapa waktu lalu, seiring dengan ramainya berbagai tudingan serta tuduhan PDIP terhadap Jokowi dan Pencawapres Gibran, Profesor itu tidak lagi Amicus Jokowi tapi Odite Jokowi dan Jokowi est amicus meus atau Benci Jokowi serta Jokowi bukan (lagi) sahabat saya. 

Hal tersebut muncul karena, menurutnya, Kebenaran lebih utama dari Persahabatan. Saya pun bertanya padanya, Kebenaran Apa yang dilupakan oleh Jokowi? Mantan Amicus Jokowi itu menjawab dingin, Jokowi Melakukan Backsliding Demokrasi. Kemudian, saya sodorkan padanya Ciri Utama Backsliding Demokrasi

  1. Menutup Media Pemberitaan/Penyiaran atau TV/Radio/Berita/Web Berita Online yang Mengkritik Pemerintah
  2. Menangkap, penjarakan, menculik, dan membunuh Jurnalis
  3. Membubarkan Parpol
  4. Larangan Aksi Parlemen Jalanan, Demo, Gerakan Massa
  5. Militer dan Polisi melakukan operasi senyap untuk membungkam aktivis sipil
  6. Penangkapan dan penjarakan (tanpa diadili) Orang-orang yang dicurigai Oposisi terhadap Pemerintah
  7. Pembatasan terhadap kumpulan massa
  8. Kontrol dan Pengawasan terhadap Kebebasan Akademik
  9. dan lain-lain

Dan, menulis melalui pesan WA, Saya menantang Politisi, Parpol Akademisi, Mahasiswa, Profesor, dll untuk Debat atau Menjawab dengan Cerdas.

Sampai di sini, Si Mantan Amicus Jokowi itu, tidak melanjutkan diskusi. Saya berpikir, Mungkin ia takut terjadi berselisih argumentasi dan bukan perselisihan sentimen (atau juga perselisihan sentimen). Karena memang dalam frame Sed Magis Amica Veritas terbuka peluang “mempertahankan” menurut versi masing-masing; itulah perselisihan argumen.

Nah! Dalam Ruang Itulah, banyak Akademisi yang dulunya adalah Amicus Jokowi, kini menjadi Odite Jokowi dan Jokowi est amicus meus namun hanya sampai pada Gerakan untuk Liputan Media. Mereka tidak bisa membuktikan fakta-fakta Backsliding Demokrasi secara Ilmiah dan Terukur.

Agaknya Kita, terutama Akademisi, Masih Mudah Kena Virus Kebencian sehingga begitu cepat berubah sesuai pesanan.

Veritas et Iustitia Sicut Flumen Aqua

Biarlah Kebenaran dan Keadilan Mengalir seperti Air Sungai

 

Opa Jappy | Indonesia Hari Ini