INDONESIA HARI INI

 

Bogor, Jawa Barat | Sederhannya, Moderasi Beragama merupakan sikap tidak berlebih-lebihan. Kementerian Agama memaknai moderasi sebagai penghidaran kekerasan atau penghindaran keekstreman; dan sikap selalu menghindarkan perilaku atau pengungkapan yang ekstrem, dan kecenderungan ke arah jalan tengah.

Namun, tak mudah dipahami. Karena kesalahpahaman memahami makna moderat dalam beragama ini berimplikasi pada munculnya sikap antipati masyarakat yang cenderung enggan disebut sebagai seorang moderat, atau lebih jauh malah menyalahkan sikap moderat.

Mari, Lanjutkan! Dua tahun terakhir, Kementerian Agama dan sejumlah tokoh agama menggaungkan Moderasi Beragama, selanjutnya MB; namun gaung tersebut masih sekedar ‘suara, irama, nada indah’ yang terpancar ke mana-mana.

Jujur, belum ada bentuk-bentuk MB yang konkrit, praktis, dan merakyat hingga area hidup dan kehidupan rakyat. Padahal, MB bisa menghantar tafsir, aplikasi cerdas, serta kontekstualisasi teks-teks keagamaan ke/dalam era kekinian. Itu harus terjadi karena ritus-ritus, penyembahan, dan agama-agama muncul sejak 3500 BC hingga Abad VII M; serta beberapa sekte agama tercipta pada abad XX.

Pada konteks agama-agama tersebut muncul (pada masa lalu), bisa disebut fornula, prosesi, orasi, narasi, teks-teks sesuai dan selaras dengan keadaan serta suasana sosial-budaya-spritualitas manusia masa itu.

Namun, hidup dan kehidupan manusia selalu ‘bermobilitas’ serta terus menerus berubah; daya jangkaunya pun melewati batas-batas geografis dan lingkungan mereka dilahirkan. Perubahan tersebut tidak melulu pada cara hidup. Melainkan wawasan berpikir, ilmu pengetahuan, serta menciptakan hal-hal baru untuk menunjang serta memudahkan hidup dan kehidupannya. Itulah modernisasi hidup dan kehidupan.

Pada konteks modern dan kekinian hidup serta kehidupan itulah manusi atau banyak orang tidak membuang agama (karena produk masa lalu serta kuno); tak sedikit orang yang masih beragama.

Tapi, pada sikon itu, sering disebut “Beragama di/dalam Era Modern,” apakah tetap menjalankan (melakukan) orasi dan narasi (teks-teks agama dan) keagamaan seperti atau sama persis ketika agama diciptakan pada masa lalu? Tanpa upaya kontekstualisasi untuk masa kekinian sesuai konteks waktu, tempat, perkembangan sosial, budaya, ilmu pengetahuan, dan lain-lain.

Beragama di/dalam Era Modern itulah yang membutuhkan MB; atau Moderasi Beragama sangat, sangat, dan sangat diperlukan pada setiap umat beragama karena mereka hidup dalm Dunia Modern.

Lalu, apa bentuk-bentuk praktis MB pada era kekinian? Ini adalah pemikiran dan upaya bersama semua umat serta tokoh agama; semuanya, bukan segelintir elite keagamaan.

Suatu Usulan Sederhana

Ternyata, belum ada kesepakatan tentang bentuk-bentuk praktis, mudah, merakyat dari MB tersebut; itu yang saya dapat dari sejumlah teman lintas iman di Kementerian Agama, PT Agama, dan aktivis Dialog Antar Umat Beragama.

Hal tersebut terjadi karena masih ada pendapat bahwa “Ajaran Agama harus diterapkan apa adanya, tidak boleh dirubah, sepanjang ruang dan waktu!” Ini hal yang serius dan rumit.

Jadinya, walau manusia semakin modern tapi, soal beragama ia kembali ke era kuno; era ketika ajaran agama tercipta atau dimunculkan. Ini membuat MB gagal dan tidak berfungsi.

Lalu, apa yang bisa dilakukan? Ini ada usulan sederhana dalam frame Moderasi Beragama

Menggiatkan dan mengdepankan Literasi Beragama, agar umat semakin cerdas memahami agama sendiri dan orang lain

Melepaskan ajaran agama dari unsur-unsur budaya wilayah agama itu muncul. Misalnya, makanan, pakaian, asesoris, dan lain-lain

Menghapus ataupun meminimalisir tafsiran teks-teks yang bersifat dan menjurus pada pemisahan, ketidaksukaan, membeda manusia dan kemanusian; termasuk ‘menghapus warisan kebencian masa lalu’ pada era kekinian

Kontekstualisasi ajaran agar kena mengena dengan sikon keragaman serta kebersamaan hidup dan kehidupan; hidup dan kehidupan manusia yang penuh keragaman beda latar belakang

Dialog penuh kecerdasan antar umat beragama; yang memunculkan dan membangun kesamaaan serta persamaan sama lain

Meniadakan sebaran apoleget dan debat ajaran agama, yang cenderung menista serta menghina keagamaan orang lain. Termasuk publikasi media dan terbitan buku yang ‘menghajar’ ajaran agama lainnya

Membangun ruang terbuka interaksi umat di area publik tanpa sekat-sekat asesoris keagamaan. Misalnya, itu dan ini untuk umat tertentu; yang lain di sana atau tempat lain.

###

Selanjutnya? Ya, semuanya berproses. MB membutuhkan kebersamaan dan sama-sama-sama berproses.

So. Dalam kebersamaan itu pula, semua orang, termasuk anda dan saya, sama-sama melakukan Moderasi Beragama

Opa Jappy | Indonesia Hari Ini