Lailatul Qadar atau Nuzulul Quran?

Selasa, 4 September 2012

“Sejauh Nuzulul Quran dan Lailatul Qadar tersangkut paut, […] terdapat tidak sedikit kebingungan di Jawa (dan Indonesia).”

DEMIKIAN tulis André Möller, yang lebih dikenal karena tulisan kebahasaannya, dalam buku Ramadan di Jawa: Pandangan dari Luar. Senyatanya, dua perayaan di Indonesia yang memiliki nilai penting yang ini memang hal yang membingungkan dan pantas didiskusikan.

Nuzulul Quran, secara populer di Jawa—merujuk pada penelitian Möller, merupakan peringatan turunnya ayat pertama Al-Quran yang jatuh pada 17 Ramadlan. 

Lailatul Qadar adalah malam-malam ganjil di sepertiga akhir Ramadlan yang diyakini penuh berkat. Dalam bentuk peringatan, ada yang merayakan Lailatul Qadar pada tanggal 27 Ramadlan. Setakat ini, keduanya seperti diilhami dari dua esensi yang berbeda.

Menurut Möller dan Nurcholish Madjid (2002), kebiasaan merayakan Nuzulul Quran dan Lailatul Qadar sekaligus hanya terjadi di Indonesia. Di negara lain seperti Turki atau Maroko, Lailatul Qadar-lah yang dirayakan sebagai tanggal turunnya taklimat Tuhan untuk pertama kali. Bagi Möller, dua perayaan di Indonesia tersebut membingungkan, sebab ada dua acara di waktu berbeda untuk satu peristiwa, yaitu turunnya Al-Quran.

Kapan tepatnya firman Quran turun pertama kali (nuzuulul-qur’aan) tak bisa dipastikan tanggal persisnya. Möller mengemukakan bahwa ada dua pendapat soal ini.

Pendapat pertama menyebutkan bahwa Quran turun pada tanggal 17 Ramadan. Dasar pendapat tersebut adalah Surat Al Anfaal ayat 41 yang artinya,

“…jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan…”.

Terjemahan tersebut dinukil dari Al Qur’an dan Terjemahnya, terjemahan resmi Alquran dari Departemen Agama Indonesia. Catatan kaki di dalamnya menjelaskan apa dalam ayat tersebut salah satunya adalah ayat-ayat Al-Quran. Sedangkan hari Furqaan, yaitu,

“hari jelasnya kemenangan orang Islam dan kekalahan orang kafir, yaitu hari bertemunya dua pasukan di peperangan Badar, pada hari jum’at tanggal 17 Ramadan tahun kedua Hijrah. Sebahagian mufassirin berpendapat bahwa ayat ini mengisyaratkan kepada hari permulaan turunnya Al Quraanul Kariem pada malam 17 Ramadan.”

Sedangkan bagi pendapat kedua, Al-Quran diturunkan pada Lailatul Qadar alias Malam Kemuliaan. Dasarnya adalah Surat Al Qadr ayat 1, “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quräan) pada malam kemuliaan (laylatil qadr).”

Namun sayangnya, tanggal pasti Malam Kemuliaan ini pun mengundang silang opini, sebab Alquran tak menyebutkan satu tanggal. Ada yang menyebut 27 Ramadan, 17 Ramadan, dan ada pula yang tak menyebut satu tanggal pasti. Mengutip Möller, lucunya, ada sebagian orang yang memilih tanggal 27 karena cocok dengan hasil perkalian jumlah huruf dalam kata lailatul-qadr (9) dengan jumlah muncul kata tersebut dalam Al-Quran (3).

Dalam artikel Tradisi Memperingati Nuzulul Quran, Nurcholish Madjid, bahwa Quran turun pada 17 Ramadlan yang diyakini di Indonesia merupakan hasil dari ijtihad H. Agus Salim. Agus Salim mengawinkan tafsir Surat Al Anfaal ayat 41 dan Surat Al Qadr ayat 1. Bila taklid pada pendapat ini, maka Nuzulul Quran dan Lailatul Qadar menjadi peristiwa yang sama: Al-Quran turun saat Lailatul Qadar, yaitu pada 17 Ramadlan, seperti yang dipercaya umat muslim di Maroko dan Turki.

Pendapat terakhir menganggap tanggal yang bertepatan dengan Lailatul Qadar adalah rahasia Allah. Ini karena Nabi Muhammad yang pernah diberitahu tanggal tersebut lupa (Bukhari, 2016). Namun, rupanya beberapa petunjuk diberikan kepada Muhammad untuk menemukan malam itu, sebagaimana yang dituturkan beberapa hadis.

“Diriwayatkan dari Abu Salamah RA, bahwa dia bertanya kepada Abu Sa’id ra mengenai Lailatul Qadr, kemudian Abi Sa’id mengatakan: Kami pernah beriktikaf bersama Nabi Saw pada sepuluh hari yang tengah di bulan Ramadlan, kemudian pada pagi hari yang kedua puluh beliau keluar dan memberitahu kami, ‘Aku telah diberitahu tentang tanggal Lailatul Qadr, namun aku lupa, maka carilah Lailatul Qadr pada sepuluh malam yang gasal di akhir Ramadlan. 

Aku bermimpi bahwa aku bersujud di tanah yang berair dan berlumpur, maka siapa yang telah beriktikaf dengan Rasulullah SAW, hendaklah ia kembali beriktikaf lagi (pada sepuluh malam yang akhir dan gasal tersebut).’ Kata Abu Sa’id RA: Kami kembali beriktikaf lagi tanpa melihat segumpal awan pun di langit, tiba-tiba awan muncul dan hujan pun turun sehingga air mengalir melalui atap masjid yang ketika itu terbuat dari pelepah pohon kurma, kemudian salat dilaksanakan.

Saya melihat Rasulullah SAW bersujud di atas tanah yang berair dan berlumpur sehingga saya melihat bekas lumpur di dahi Rasulullah SAW.” (Bukhari, 2016).  Kata dimiringkan oleh penulis.

“Diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas RA, dalam riwayat lain: Rasulullah SAW bersabda, ‘Carilah Lailatul Qadr pada sepuluh malam Ramadlan yang akhir, yaitu pada sembilan malam yang pertama (malam ke 21 sampai dengan 29) atau tujuh malam yang akhir (malam ke 23 sampai dengan akhir Ramadlan).” (Bukhari, 2022).

“Dari Aisyah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda: Carilah Lailatul Qadr pada tanggal-tanggal ganjil dari sepuluh akhir bulan Ramadlan.” (Bukhari, I, kitab al-Tarawih, hal. 225).

“Dari Ibnu Umar RA, bahwa beberapa orang laki-laki diberitahu Lailatul Qadr dalam mimpi pada tujuh terakhir (Ramadlan), lalu Rasulullah SAW bersabda: Saya melihat mimpimu sekalian bertepatan dengan malam tujuh terakhir, barangsiapa mencarinya, maka carilah ia pada malam tujuh terakhir.” (Muslim, 205/1165).

Atas tuntunan hadis-hadis ini, sebagian orang meyakini Lailatul Qadar hadir di malam-malam ganjil di akhir Ramadan, sehingga mereka harus mencarinya. Yang hendak ditekankan di sini, tentu saja Lailatul Qadar adalah salah satu dari malam-malam tersebut, bukan semuanya.

Saya sendiri, sebagai muslim, selama ini sekadar tahu bahwa Nuzulul Quran sebagai peringatan turunnya Al-Quran dan perayaannya jatuh tiap 17 Ramadlan. Sementara Lailatul Qadar, saya camkan sebagai malam-malam ganjil, antara tanggal 21-30 Ramadlan, yang mana doa-doa yang dipanjatkan akan dikabulkan karena kebaikan bulan ini setara seribu bulan. Bahwa, Lailatul Qadar hanyalah satu malam di antara malam-malam ganjil itu betul-betul baru saya tahu dari informasi Möller.

Empat Pendapat

Bila disarikan, waktu turunnya Al-Quran (Nuzulul Quran) dan korelasinya dengan Lailatul Qadar (jika ada) terbagi dalam empat pendapat: 

(1) Nuzulul Quran jatuh pada 17 Ramadlan dan bertepatan dengan Lailatul Qadar, sebagaimana pendapat H. Agus Salim; 

(2) ia turun pada 17 Ramadlan dan tak memiliki kaitan apa-apa dengan Lailatul Qadar. Pendapat ini menafikkan/menafsirkan secara rumit Surat Al Qadr ayat 1; 

(3) ia turun pada 27 Ramadlan dan bersamaan dengan Lailatul Qadar, atau dengan kata lain, Nuzulul Quran adalah Lailatul Qadar itu sendiri. Ini berlaku di Turki dan Maroko, dan; 

(4) Al-Quran turun pada Lailatul Qadar dan tak seorang pun mengetahui tanggal pastinya, sehingga ia harus dicari.

====

Tentu saja perbedaan pendapat itu wajar. Dua orang yang saya kutip habis-habisan, yaitu Muller dan Cak Nur, juga berpendapat beda. Möller menunjukkan bahwa ia percaya pendapat keempat, sementara Cak Nur seiya dengan H. Agus Salim.

Walaupun begitu, sebelumnya saya sempat tak habis pikir bagaimana orang—yang tak menerima Lailatul Qadar sebagai malam turunnya Al-Quran—bisa menyangkal Surat Al Qadr ayat 1 yang bunyinya sejelas itu. 

Menurut Cak Nur dalam karangannya, tafsir Ibn Katsir menyatakan bahwa maksud “turun” dalam ayat tersebut adalah turunnya Al-Quran dari Loh Mahfuz ke Bayt Al-‘Izzah (langit terendah). Artinya, ayat itu tidak mengatakan bahwa “turun” yang dimaksud adalah benar-benar sampai pada Muhammad.

Karena keterbatasan referensi, saya belum membaca lengkap tafsir Ibn Katsir yang dirujuk Cak Nur, namun untuk sementara ini, berkat Surat Ad Dukhaan ayat 3, “Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al-Quran) pada suatu malam yang diberkahi…,” saya lebih sepakat bahwa Al-Quran memang turun pada Lailatul Qadar. Macam apa kira-kira malam yang diberkahi itu? Saya kira, Surat Al Qadr punya jawabannya.

“Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?

“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.

“Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan.

“Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (Al Qadr ayat 2-5).

Rujukan saya yang lain, yakni Al Qur’an dan Terjemahnya, meski mencantumkan “Sebahagian mufassirin berpendapat bahwa ayat ini mengisyaratkan kepada hari permulaan turunnya Al Quraanul Kariem pada malam 17 Ramadlan” pada catatan kaki Surat Al Anfaal ayat 41, jelas lebih sepakat bahwa Lailatul Qadar-lah momen turunnya Quran. Ini karena, pada Muqaddimah Surat Al Qadr, tercantum bahwa pokok-pokok isi surat tersebut yakni:

“Al Quräan mulai diturunkan pada malam Lailatul Qadr…”

Mana yang harus dipilih? Tentu saja terserah pada Anda masing-masing karena tulisan ini tidak menyajikan secara cukup bahan pertimbangan untuk itu. Yang jelas, seiya dengan Möller, persoalan ini memang tidak populer dan jarang diungkit-ungkit di media massa (menurut catatan Möller, hanya Cak Nur satu-satunya yang pernah menulis soal variasi Nuzulul Quran dan Lailatul Qadar di koran). 

Cak Nur memang bijaksana dengan mengatakan bahwa melaksanakan kedua ritus itu berguna sebagai memenungkan diri. Akan tetapi, beribadah sembari bersikap masa bodoh tentu saja merupakan sikap jauh dari bijaksana.

Jadi, dengan mengetahui bahwa 17 Ramadlan sebagai momen turunnya Al-Quran tak lagi jadi kebenaran satu-satunya.

https://ekspresionline.com/lailatul-qadar-atau-nuzulul-quran/

Tentu saja perbedaan pendapat itu wajar. Dua orang yang saya kutip habis-habisan, yaitu Muller dan Cak Nur, juga berpendapat beda. Möller menunjukkan bahwa ia percaya pendapat keempat, sementara Cak Nur seiya dengan H. Agus Salim.

Walaupun begitu, sebelumnya saya sempat tak habis pikir bagaimana orang—yang tak menerima Lailatul Qadar sebagai malam turunnya Al-Quran—bisa menyangkal Surat Al Qadr ayat 1 yang bunyinya sejelas itu.

Menurut Cak Nur dalam karangannya, tafsir Ibn Katsir menyatakan bahwa maksud “turun” dalam ayat tersebut adalah turunnya Al-Quran dari Loh Mahfuz ke Bayt Al-‘Izzah (langit terendah). Artinya, ayat itu tidak mengatakan bahwa “turun” yang dimaksud adalah benar-benar sampai pada Muhammad.

Karena keterbatasan referensi, saya belum membaca lengkap tafsir Ibn Katsir yang dirujuk Cak Nur, namun untuk sementara ini, berkat Surat Ad Dukhaan ayat 3, “Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al-Quran) pada suatu malam yang diberkahi…,” saya lebih sepakat bahwa Al-Quran memang turun pada Lailatul Qadar. Macam apa kira-kira malam yang diberkahi itu? Saya kira, Surat Al Qadr punya jawabannya.

“Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?

“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.

“Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan.

“Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (Al Qadr ayat 2-5).

Rujukan saya yang lain, yakni Al Qur’an dan Terjemahnya, meski mencantumkan “Sebahagian mufassirin berpendapat bahwa ayat ini mengisyaratkan kepada hari permulaan turunnya Al Quraanul Kariem pada malam 17 Ramadlan” pada catatan kaki Surat Al Anfaal ayat 41, jelas lebih sepakat bahwa Lailatul Qadar-lah momen turunnya Quran. Ini karena, pada Muqaddimah Surat Al Qadr, tercantum bahwa pokok-pokok isi surat tersebut yakni:

“Al Quräan mulai diturunkan pada malam Lailatul Qadr…”

Mana yang harus dipilih? Tentu saja terserah pada Anda masing-masing karena tulisan ini tidak menyajikan secara cukup bahan pertimbangan untuk itu. Yang jelas, seiya dengan Möller, persoalan ini memang tidak populer dan jarang diungkit-ungkit di media massa (menurut catatan Möller, hanya Cak Nur satu-satunya yang pernah menulis soal variasi Nuzulul Quran dan Lailatul Qadar di koran).

Cak Nur memang bijaksana dengan mengatakan bahwa melaksanakan kedua ritus itu berguna sebagai memenungkan diri. Akan tetapi, beribadah sembari bersikap masa bodoh tentu saja merupakan sikap jauh dari bijaksana.

Jadi, dengan mengetahui bahwa 17 Ramadlan sebagai momen turunnya Al-Quran tak lagi jadi kebenaran satu-satunya.

https://ekspresionline.com/lailatul-qadar-atau-nuzulul-quran/

(Prima Sulistya)

Referensi:

  • http://bit.ly/O5bgmw, diakses 23-8-2012.
  • http://bit.ly/O6zyQB, diakses 23-8-2012.
  • Departemen Agama Republik Indonesia. 1989. Al Qur’an dan Terjemahnya. Semarang: CV. Toha Putra Semarang.
  • Madjid, Nurcholish. 2002. “Tradisi Memperingati Nuzulul Quran”. Di Media Indonesia, 2002-11-22, via (http://groups.yahoo.com/group/itb75-res/message/11143) (diakses 23-8-2012).
  • Miller, André. 2005. Ramadan di Jawa: Pandangan dari Luar. Jakarta: Narasi.ailatul Qadar atau Nuzulul Quran?*
  • Lailatul Qadar. Pendapat ini menafikkan/menafsirkan secara rumit Surat Al Qadr ayat 1;
  • (3) ia turun pada 27 Ramadlan dan bersamaan dengan Lailatul Qadar, atau dengan kata lain, Nuzulul Quran adalah Lailatul Qadar itu sendiri. Ini berlaku di Turki dan Maroko, dan;
  • (4) Al-Quran turun pada Lailatul Qadar dan tak seorang pun mengetahui tanggal pastinya, sehingga ia harus dicari.