images

Cipanas, Jawa Barat | Coklat, maksud saya tanaman bernama Latin Theobroma Cacao, bukan tentang warna coklat, termasuk  jenis tumbuhan berumur panjang. Buah pohon Theobroma Cacao yang diolah menjadi (makanan dan minuman) yang (tetap) disebut coklat.

Buah coklat, maksudnya biji coklat, sebelum diolah terasa agak pahit, jadi sebelum dikonsumsi, harus dicampur gula atau pemanis. Coklat (berbentuk snack, minuman, atau pun utuh) memiliki banyak khasiat untuk tubuh. Misalnya, (i) menurunkan kadar kolesterol, (ii) menghentikan batuk, (iii) menghilangkan stres dan memperbaiki mood, (iv) mencegah penuaan dini, (v) mencegah penyakit atau gangguan pada hati.

Coklat Membangkitkan Mood dan Memberi Rasa Nyaman

Karena khasiat tersebut, coklat, berbentuk makanan atau minuman, biasanya merupakan salah satu bekal pada mereka yang melakukan perjalanan jauh, mendaki gunung, atau pun kegiatan fisik yang menguras tenaga. Bahkan, karena zat yang terkandung dalam coklat dapat menghilangkan stres dan memperbaiki mood, maka jadi salah satu ‘alat terapi’ pada banyak orang.

Sebab, coklat mengandung Theobromine, kafein, phenylethylalanine dan methyl-xanthine; kandungan-kandungan tersebut memiliki senyawa yang bersifat menenangkan, antidepressant, sekaligus memberi rasa nyaman pada tubuh. Bahkan, coklat mampu meredam kepenatan dan kelelahan fisik. Itulah sebabnya, entah sejak kapan, ketika orang-orang merayakan perayaan tertentu, termasuk Valentine Day, coklat menjadi bagian di dalamnya.

Coklat Bukan Simbol

Coklat adalah warna, makanan, dan juga minuman; coklat itu sesuatu yang nikmat, menyenangkan, dan menyegarkan tubuh dan pikiran. Coklat itu fakta, bukan gambar, ikon, atau pun simbol yang diciptakan untuk melambangkan sesuatu yang abstrak.

Coklat pun tidak mengandung senyawa tertentu, yang bersifat menaikkan gairah seksual; sehingga ketika dikonsumsi seseorang maka memunculkan nafsu seks. Coklat pun bukan merupakan simbol keterwakilan dari budaya sub-suku, suku, bangsa, serta peradaban tertentu; apalagi dituding sebagai simbol maksiat. 

So, jika ada frasa bahwa ‘Coklat adalah Simbol Kemaksiatan,’ maka itu merupakan ‘Gagal Paham Tingkat PAUD.’

 



Jangan Hubungkan Valentine Day dengan Iman Katolik dan Protestan


Lintasan Sejarah

“Tahun 1969, Hari Raya atau Perayaan Valentine dihapus  dari ‘Kalender (Perayaan) Gerejawi sebagai bagian dari usaha yang lebih luas untuk menghapus santo-santa yang asal-muasalnya bisa dipertanyakan dan hanya berbasis legenda saja. Namun pesta ini masih dirayakan pada paroki-paroki tertentu.” 

Nama Valentinus paling tidak bisa merujuk tiga martir atau santo (orang suci) yang berbeda, seorang pastur di Roma; seorang uskup Interamna (modern Terni); seorang martir di provinsi Romawi Africa.

Koneksi antara ketiga martir ini dengan hari raya cinta romantis tidak jelas. Bahkan Paus Gelasius I, pada tahun 496, menyatakan bahwa sebenarnya tidak ada yang diketahui mengenai martir-martir tersebut.

Namun hari 14 Februari ditetapkan sebagai hari raya peringatan santo Valentinus. Ada yang mengatakan bahwa Paus Gelasius I sengaja menetapkan hal ini untuk mengungguli hari raya Lupercalia yang dirayakan pada tanggal 15 Februari.

Sisa-sisa kerangka yang digali dari makam Santo Hyppolytus dia Via Tibertinus dekat Roma, diidentifikasikan sebagai jenazah St. Valentinus. Kemudian ditaruh dalam peti emas dan dikirim ke gereja Whitefriar Street Carmelite Church di Dublin, Irlandia. Jenazah ini telah diberikan ke mereka oleh Paus Gregorius XVI pada 1836.

Banyak wisatawan sekarang yang berziarah ke gereja ini pada hari Valentine, di mana peti emas diarak-arak dalam prosesi khusyuk dan dibawa ke altar tinggi. Pada hari itu, ada misa khusus diadakan dan dipersembahkan untuk para muda-mudi dan mereka yang sedang menjalin hubungan cinta.

Hari Ventine dihapus dari kalender gerejawi pada tahun 1969 sebagai bagian dari usaha yang lebih luas untuk menghapus santo-santa yang asal-muasalnya bisa dipertanyakan dan hanya berbasis legenda saja. Namun pesta ini masih dirayakan pada paroki-paroki tertentu, (Ensiklopedi Katolik / Catholic Encyclopaedia 1908)

====

Lagu lama dan irama usang namun setiap tahun terus menerus dinyanyikan oleh berbagai kelompok ketika tiba sekitar 14 Februari. Di sana-sini ada pro-kontra, suka-tak suka, membela dan menolak; bahkan penolakannya selalu dihubungkan dengan ‘itu kebiasaan kafir, barat, serta ajaran Kristen dan Katolik.’  

Agaknya, penolakan dan pelarangan (merayakan) Hari Valentine dengan cara menghubungkannya pada (ajaran) Iman Katolik dan Kristen atau Protestan, akhir-akhir ini, merupakan alat ampuh. Dengan mampu menjadikan banyak kalangan menerimanya sebagai suatu kebenaran yang harus diikuti., dilaksanakan, serta dipatuhi.

Padahal, dalam Iman Katolik dan Protestan sama sekali tak ada Perayaan Valentin. Katolik dan Protestan hanya mengenal Lima Perayaan Besar, yaitu

    1.  atal, Mengingat dan Merayakan Waktu Kelahiran Yesus Kristus
    2. Jumat Agung, Mengingat dan Merayakan Peristiwa Kematian Yesus di salib
    3. Paskah, Mengingat dan Merayakan Peristiwa Kebangkitan Yesus
    4. Kenaikan, Mengingat dan Merayakan Peristiwa Kenaikan Yesus ke Surga
    5. Pentakosta, Mengingat dan Merayakan Peristiwa Turunnya Roh Kudus

Ke lima hari raya tersebut di atas, secara umum dirayakan hampir semua aliran atau mazhab Katolik dan Protestan di seluruh dunia.  Di samping perayaan-perayaan tersebut, ada varian-varian perayaan yang juga dirayakan atau masuk Kalender Perayaan Gerejawi, namun selalu atau ada hubungan dengan lima perayaan utama. 

Misalnya,  sebelum Natal, ada perayaan atau masa Advent atau penantian selama empat minggu berturut-turut. Masa ‘pra-paskah,’ yang lakukan 40 hari sebelum Jumat Agung dan Paskah, sekaligus melakukan Puasa Pra-Paskah’ selama 40 hari (tidak makan dan minum dari jam 18.00 hingga jam 18.00, sering juga disebut ‘Doa dan Puasa’).

Selain itu, masih ada sejumlah Hari Raya atau Perayaan Gerejawi yang dilakukan oleh Katolik dan Gereja-gereja Protestan, namun hanya dilakukan dengan ritual Ibadah . 

Dari semuanya itu, jelas bahwa Perayaan Valentine bukan merupakan suatu keharusan untuk dirayakan dengan alasan-alasan keagamaan atau pun iman. Dengan itu, jika sekarang ini Valentine Day dirayakan secara gempita dan semarak, maka itu hanya urusan bisnis atau bahkan cenderung hedonis. 

Oleh sebab itu, jika ada sejumlah tokoh agama, sekolah, atau lembaga yang melarang merayakan perayaan Valentin, maka sah-sah saja.

Silakan melarang dan  menolak, namun alasan pelarangan serta penolakan tersebut jangan dihubungkan dengan ‘itu ajaran atau kebiasaan Gereja Katolik dan Gereja-gereja Protestan. Sebab, jangan sampai terjadi hanya gara-gara Valentine maka muncul ketidaksukaan terhadap sesama yang beda iman. 

Lepas dari sejarah asal mulanya, berbagai kalangan masyarakat sudah menerima Valentine Day sebagai peristiwa budaya dan agenda tetap, serta tak patut dilupakan.

Banyak orang di berbagai penjuru Dunia merayakan Valentine Day dengan cara-cara yang semarak; tak ada ibadah, doa, dan puji-pujian. Yang terjadi, hanyalah hadiah-hadiah kecil, dan update janji yang pernah diucapkan dilupakan. Bahkan, ada yang membuat liburan ” bulan madu ke dua”

Karena bukan perayaan keagamaan dan tanpa ibadah, maka kadang Valentine Day menjadi “perayaan” yang dituding sebagai “arena ini – itu.”  Padahal,  tak sedikit orang tak mengenal dan merayakan Valentine Day, namun melakukan “ini – itu” dengan bebas dan rasa tanpa bersalah.

So, jika Anda menolak Valentine Day, maka tak perlu menuding bahwa “semua orang yang merayakannya” pasti akan “ini-itu” dengan bebas merdeka.

Dan, jika Anda merayakan Valentine Day, maka lakukanlah dengan cara-cara yang bermartabat, sebagai bentuk dari update janji, cinta, dan kasih sayang; jika Anda benar-benar cinta, maka tak khan merusak dan saling merusak satu sama lain.

Akhir kata, Kuucapkan Happy Valentine Day untuk,

“Kaum muda dan mereka yang berjiwa muda (yang hari-hari hidup n dan kehidupan masih lama dan panjang); kaum setengah baya dan dan masih produktif; kaum tua yang telah banyak pengalaman menikmati hari-hati hidup dan kehidupan; semua semua umat manusia yang mencintai-mengasihi damai dan perdamaian; dan dirimu serta diriku yang sementara baca”

 

 

Opa Jappy | Indonesia Hati Ini