Srengseng Sawah, Jakarta Selatan | Penghancuran terhadap Ukrania masih berlangsung; Rusia masih terus membunuh rakyat Ukrania; bayi-bayi yang belum mengenal dosa terkubur bersama rerunrtuhan Rumah Bersalin.

Semuanya itu menjadikan rakyat di sejumlag Negara di Eropa, termasuk Rusia, melakukan demontrasi mengutuk Rusia. Bahkan, beredar video, sejumlah perempuan melakukan demo anti Rusia sambil telanjang dada. Semuanya protes terhadap kebrutalan Rusia.

Bagaimana dengan/dan di Indonesia? Pastinya, jagad maya Indonesia pun beredar video-video pendek atau reels tentang jeritan anak-anak, abg, ibu-ibu yang menangis penuh kesedihan sambil berseru, “Ini keadaan kami, Negara kami hancur. Tolong!” Juga tersebar video-video “Soladarity with Ukrine” dengan berbagai versi.

Namun, Indonesia tetap diam; elite Negara tak bersuara tentang Rusia hancurkan Ukrania. Diam terhadap derita, penderitaan, dan kehancuran Ukrania; sambil tepuk gembira penuh senyum ke Vladimir Putin.

Pemerintah Indonesia memang silent, tapi beda dengan Pers dan Rakyatnya (terutama pengguna Medsos), bisa disebut, mayoritas mendukung Rusia menghancurkan Rusia. Medsos pun penuh orasi dan narasi dukungan pada Rusia; WAG ramai bertengkar, dan seterusnya.

Para pendukung Rusia tersebut (i) penuh sukacita dan gembira “menyambut” Vladimir Putin sebagai hero yang berani melawan AS-NATO-Barat, (ii) AS boleh serang Irak, Iran, Lybia, dan lain-lain, mengapa Rusia dilarang bertindak yang sama terhadap Ukrania, (iii) AS stop jadi Polisi Dunia, (iv) Presiden Ukrania adalah “boneka” Barat, (v) melawan teror AS terhadap dunia, (vi) menyenangi figur Putin yang populis, nasional, tegas dalam mempertahankan negara, (vii) membaca dan menerima narasi konflik dari satu sisi, yaitu “selera sendiri” tanpa banyak pertanyaan, (viii) serta berbagai contoh lainnya.

Ternyata, sangat banyak orang Indonesia yang terjerumus dalam permusuhan di luar sana; mereka ikutan “berperang” dari sini. Mereka menutup mata terhadap perilaku Rusia yang menghancurkan; juga berdampak kehancuran hidup dan kehidupan manusia-kemanusian Ukrania.

Tapi, lucu juga, semua alasan yang disampaikan tersebut, tak satu pun yang berhubungan langsung dengan Indonesia; tak satupun. Namun, tak sedikit orang Indonesia tebarkan orasi dan narasi pembenaran terhadap kebrutalan Rusia. Menyedihkan.

Yah. Begitulah Nitizen Indonesia. Cukup banyak Orang Indonesia mendukung Rusia menghancurkan Ukrania. Agaknya, mereka sudah lupa pada frasa dan diksi lama, warisan Nenek Moyang, bahwa Nusantara itu cinta damai dan perdamaian, ramah, dan non blok.

Mereka lupa bahwa seharusnya selaras dengan sikap politik Indonesia, yaitu bebas aktif, netral; sehingga terjebak dalam situasi konflik di Dumay.

Lupa terhadap “Bahwa sesungguhnya kemerdakaan itu adalah hak segala bangsa, oleh sebab itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan pri kemanusiaan dan pri keadilan.”

Indonesia Oh Indonesiaku, mudahnya logikamu terbalik karena ketidaksukaan.

Prihatin

Opa Jappy | Indonesia Hari Ini

Rakyat Indonesia Hipokrit

Sikap publik Indonesia yang tidak seragam membela korban invasi -seperti yang terjadi pada Palestina- berdampak pada hilangnya legitimasi moral sebagai bangsa.

Tak bisa lagi banyak komentar, karena ragu-ragu ketika dihadapkan pada situasi begini dan masyarakat mudah sekali diubah posisinya karena keberadaan AS.

Lebih dari itu, posisi masyarakat Indonesia di mata dunia terkesan hipokrit. Sebab publik akan cenderung peduli jika korban penindasan adalah kelompok Islam. Kalau bukan (kelompok Islam), kesannya tidak mendukung. Ini agak mengkhawatirkan.

Mayoritas Warganet Indonesia berpihak pada Rusia

Menurut Radityo Dharmaputra, Peneliti Studi Rusia dan Eropa Timur di Hubungan Internasional Universitas Airlangga, sikap publik yang condong pro-Rusia ketimbang Ukraina ini sesungguhnya dikarenakan pemahaman masyarakat yang minim tentang Ukraina.

Kondisi ini menyebabkan publik mudah termakan narasi dominan dari kalangan elit dan akademisi yang menganggap persoalan ini merupakan konflik geopolitik antara Rusia dan Amerika Serikat.

Penyebab publik Indonesia berpihak pada Rusia

  1. Sejak lama publik Indonesia memiliki sikap politik yang anti-Amerika Serikat atau Anti-Barat terutama setelah perang melawan terorisme. Hanya saja ketika media sosial belum populer, tidak banyak yang menunjukkan sikap tersebut secara terbuka semisal dengan aksi demonstrasi. Sekarang era media sosial, begitu ada berita, perasaan itu lebih mudah muncul dan langsung diutarakan. Invasi Rusia ke Ukraina dipotret oleh publik Indonesia sebagai Rusia melawan Amerika Serikat atau NATO. Ukraina-nya jadi tidak penting. Kondisi seperti itu, membuat masyarakat Indonesia berpihak pada Rusia. Padahal, tidak peduli siapapun yang berseberangan dengan Amerika Serikat, maka akan didukung. Jadi dukungan (ke Rusia) lebih ke situ. Perasaan bahwa AS dan Barat sudah semena-mena terutama kepada negara Islam. Sehingga jika ada yang berani melawan AS dan Barat, mereka (publik Indonesia) mendukung.
  2. Vladimir Putin dinilai tegas. Rakyat Indonesia, mudah terkesima dengan penampilan pemimpin yang tegas dan kuat karena mengingatkan citra itu pada mantan Presiden Sukarno. Apalagi romantisme dengan masa lalu Sukarno yang tegas anti-Barat sangat dominan. Image Putin terlihat seperti itu di mata masyarakat Indonesia. Apalagi dia mantan intelijen. Sementara Zelensky, komedian.
  3. Sentimen agama. Meskipun di masa lalu Uni Soviet pernah menyerang Afghanistan, Suriah, dan Chechnya, tapi kini Rusia -melalui diplomasi publik- mampu mengubah pandangan dari musuh menjadi sahabat kaum Muslim. Di Rusia, Islam menjadi agama terbesar kedua setelah Kristen Ortodoks. Bangunan masjid didirikan di banyak tempat. Hal itu dilihat oleh kelompok Islam di Indonesia. Makanya banyak video atau artikel dalam bahasa Indonesia yang penontonnya jutaan dan menganggap Rusia adalah rekan bagi kelompok Islam.
  4. Diplomasi publik Rusia yang banyak memberikan beasiswa kepada ratusan mahasiswa untuk belajar ke negara itu. Yang menarik, narasi yang dikembangkan dari para lulusan penerima beasiswa itu atas invasi Rusia ke Ukraina, sama persis dengan pemerintah Rusia. Bahwa apa yang dilakukan Rusia, hanya operasi militer. Itu sudah menunjukkan keberpihakan posisi. Parahnya, analisa yang pro-Rusia tersebut ditelan mentah-mentah oleh masyarakat Indonesia. Apalagi pengetahuan publik Indonesia tentang apa yang melatari konflik Ukraina dengan Rusia, sangat minim. Ketegangan di kawasan itu turut dipicu oleh sikap Rusia yang mengakui kemerdekaan dua wilayah di Ukraina yakni Luhansk dan Donetsk. Jadi mudah sekali di balik narasinya dan sangat mudah menganggap ini hanya konflik geopolitik besar antara Rusia dengan Amerika Serikat. Kalau narasi di level elit dan akademisi seperti itu, ya terbayang di bawah yang enggak paham seperti apa. Termakan oleh narasi yang dominan itu.
  5. Kepopuleran Kedutaan Besar Rusia daripada Ukraina pun, turut menyokong bekerpihakan warga Indonesia. Merujuk pada pengikut akun Kedutaan Besar Rusia di Indonesia @RusEmbJakarta dan interaksi percakapannya lebih besar ketimbang Kedutaan Besar Ukraina @UKRinINA. Sehingga begitu ada perang, mudah sekali simpati publik diberikan kepada yang mereka kenal atau lebih tahu.

Hasil Analisis Digital Evello

Perbincangan mengenai invasi Rusia ke Ukraina di media sosial selama hampir dua pekan ini, didominasi oleh keberpihakan dan kekaguman publik Indonesia pada Rusia dan sosok Presiden Vladimir Putin. Sikap itu terbentuk, karena tidaksukanya masyarakat Indonesia pada Amerika Serikat dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).

Data yang diperoleh Evello di Instagram, TikTok, Twitter, dan Youtube pada periode 23 Februari hingga 14 Maret 2022, terjadi peningkatan perhatian pengguna media sosial di Indonesia atas perang Rusia-Ukraina. Hal itu ditunjukkan dengan jumlah pemberitaan tentang invasi Rusia ke Ukraina yang mencapai 96.000 artikel berita.

  1. Puluhan ribu berita, dibagikan ke jejaring Facebook Indonesia, baik melalui akun halaman Facebook, grup, hingga akun pribadi sebesar 1,6 juta kali.
  2. YouTube Indonesia telah ditonton sebanyak 554 juta kali dengan jumlah percakapan mencapai 2,3 juta komentar.
  3. Video Instagram perang Rusia-Ukraina telah dilihat 72 juta kali dengan komentar sebanyak 727.000.
  4. Video TikTok, invasi Rusia ke Ukraina juga sudah ditonton 526 juta kali.
  5. Twitter, terdapat 22.000 akun yang membicarakan perang ini.

Sehingga Menurut Evello, ada Tiga sikap publik Indonesia atas perang Rusia-Ukraina; setidaknya ada tiga sikap yang ditunjukkan warganet terhadap serangan militer Rusia ke Ukraina. Pertama, ketidaksukaan terhadap Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan Amerika Serikat. Kedua, kekaguman pada sosok Presiden Vladimir Putin. Ketiga adanya simpati kepada rakyat Ukraina dan Presiden Volodymyr Zelensky.

15 Maret 2022

Me and Me
Opa Jappy
Jakarta News
Kanal IHI
Kompas

Kalibata, Jakarta | Selamat Pagi! Beberap saat yang lalu, pada saat Zoom Meeting, seorang Narasumber share screen (dari Kompas Com) bahwa Rusia publikasikan daftar Negara-negara bukan sahabat.

Negara-negara tersebut telah memberlakukan (dan mendukung) sanksi ekonomi terhadap Rusia. Negara-negara bukan sahabat Rusia tersebut, adalah

  1. Amerika Serikat (AS)
  2. Kanada
  3. Negara-negara Uni Eropa
  4. Inggris (termasuk Jersey, Anguilla, Kepulauan Virgin Britania Raya, Gibraltar)
  5. Ukraina
  6. Montenegro
  7. Swiss
  8. Albania
  9. Andorra
  10. Islandia
  11. Liechtenstein
  12. Monako
  13. Norwegia
  14. San Marino
  15. Makedonia Utara
  16. Jepang
  17. Korea Selatan
  18. Australia
  19. Mikronesia
  20. Selandia Baru
  21. Singapura
  22. Taiwan (dianggap sebagai wilayah China, tetapi diperintah oleh pemerintahannya sendiri sejak 1949)

Menarik! Dari daftar di atas, dari Kawasan Timur Jauh, Taiwan, Korea Selatan, Jepang; Asean, Singapura; Afrika, tidak ada; Timur Tengah, tidak ada. Selebihnya, adalah Negara-negara di Eropa dan sekitar Pasifik.

Bisa disebut, hampir semua Negara-negara di Eropa, bukan lagi sahabat Rusia. Sehingga bisa jadi, lebih dari 50% Negara-negara di Dunia, tidak berteman dengan Rusia. Perhatikan, daftar dibuat oleh Rusia lho.

Di balik semuanya itu, agaknya, Rusia telah menciptakan, untuk diri sendiri, sebagai “Tak bersahabat dengan mereka, tidak apa-apa; yang aku bebas menghancurkan Ukrania.”

Atau, memang dengan penuh kesadaran dan kesengajaan, Rusia menetapkan diri sebagai “Musuh Universal” dan sudah tahu resikonya ketika meluluhlantakan Ukrania. Kesengajaan dan siap terima resiko seperti itu, pernah ada Jerman, Italia, Jepang pada Perang Dunia II. Sejarah sudah mencatat kesudahan mereka.

Kini, Tahun 2022, Rusia mau melakukan kesalahan yang sama? Entahlah! Yang pasti, kini Rusia telah mendapat dukungan politik dan tentara (bayaran) dari Belarusia, Venezuela, Iran, Kuba, Myanmar, Suriah, Korea Utara, dan Eritrea. Negara-negara itu, disebut Rusia, “Sahabat-sahabat dekat kami.”

Tapi, kekuatan militer yang kuat, hanya di Rusia, Korut, dan Iran; lainnya, hanya “ayam sayur.” Mungkin, Rusia mau tampil sebagai Negara Super Hero untuk melawan dan Menghancurkan Dunia? Perlu telaah lebih mendalam.

Yaaaaaah! Kita, saya dan anda, dirimu serta diriku, mungkin masih ingat bahwa karena ingin (i) memperluas wilayah kekuasaan, (ii) memperluas idiologi dan ajaran agama (iii) nafsu menaklukan, (iv) merasa terancam, (v) dan masih banyak hal remeh lainnya.

Lalu, apa yang menjadi motivasi utama Rusia menghancurkan peradadaban, eksistensi, dan kemanusian Bangsa, Negara, serta Rakyat Ukrania? Hanya Vladimir Putin dan Tuhan yang tahu.

Itulah perang. Perang menjadikan manusia lupa bahwa yang terjadi hanyalah membunuh atau terbunuh, mati dan kematian; dan itu tak penting untuk hidup dan kehidupan.

Opa Jappy | Indonesia Hari Ini

Super Hero

Pahlawan, hero, super hero, apa pun sebutannya, menunjuk pada seseorang atau orang ‘yang berani melawan;’ ia memimpin, memotivasi, membangkitkan semangat, bahkan memberi teladan agar orang-orang melawan sesuatu.

Sesuai pengembangan makna, pahlawan tak (lagi) berhubungan serta dihubungkan dengan hal-hal fisik, misalnya perkelahian, pertempuran, perang, dan sejenisnya. Melainkan, berhubungan juga dengan hal-hal soft, misalnya pendidikan, lingkungan, serta bidang-bidang hidup dan kehidupan lainnya.

(10 Nopember 2017)

Depok, Jawa Barat | Sekali lagi, otak tuaku, yang masih bisa berpikir metakognisi, dibuat sangat, sangat, dan sangat kerja keras. Penyebabnya, hasil dapatan di Medsos, terutama WAG, terlihat cukup banyak orang membela Vladimir Putin, Sang Presiden Rusia.

Vladimir Putin, mantan Kolonel Tentara Rusia, Petinggi KGB, masuk politik melalui Partai Komunis. Kemudian bergabung demgan United Russia (Parpol dengan Idiologi tak jelas serta oportunis). Melalui pintu United Russia (kini menguasai 75% dari 450 anggota Duma atau Parlemen Rusia), Putin berhasil jadi Presiden Rusia.

Putin, diagungkan sebagai Super Hero yang berani melawan AS dan Nato, sehingga membombandir Ukrania. Rusia kok dilawan; Putin, kok diganggu. Kira-kira seperti itulah tanggapan banyak Werganet. Namun, bukan kali ini saja, Orang Indonesia “mendukung,” bahkan puja-puji pada orang seperti Putin.

Kebanyakan Orang Indonesia, memang unik; utamakan (dan mudah percaya) apa yang pertama terlihat dan terdengar di/melalui Media. Cukup sudah. Setelah itu, ia/mereka tak update informasi, apalagi mencari dan membaca refrensi lainnya.

Akibatnya jelas. Mereka dengan mudahnya meng-hero-kan orang-orang atau kelompok yang dinilai sebagai sosok perlawanan. Ada banyak contoh seperti itu, misalnya,

Ketika, (sekian tahun lalu) ada konflik Hamas-Israel, ada kelompok di Indonesia melakukan aksi dukung Hamas sambil membawa poster Hitler.

Pada waktu ISIS masih kuat, ada politisi yang membuat puisi puja-puji ISIS, bahkan sejulah Ormas di Indonesia jadi agen rekrut pejuang.

Saat, Taliban menang di Afghanistan, tak sedikit orang Indonesia yang glorifolikasi kemenangan.

Dan, masih banyak contoh yang lain. Termasuk, siapa yang berani berseru nyaring melawan pemerintah, maka mereka dielu-elukan sebagai hero.

Lalu, mengapa ada orang Indonesia seperti itu? Agaknya, pada sikon kekinian, sebagian anak Negeri sementara mengalami krisis; krisis karena tak ada sosok yang bisa dijadikan kiblat perlawan terhadap ketidakadilan, membela yang lemah, terhilang, dan terlupakan. Krisis tersebut, ditambah lagi dengan kemalasan literasi, maka lengkap sudah.

Lalu, apa yang harus dilakukan? Hanya ada satu yaitu baca/membaca untuk update informasi.

Tanpa itu, orang Indonesia tetap mengidolakan orang-orang salah.

Jelas?

Opa Jappy | Indonesia Hari Ini