Screenshot_20240421_122727_Photo Editor

Nun jauh pada masa lalu, sebelum ada “Bahasa,” manusia menyampaikan ide, gagasan, kemauan, hasrat, ungkapan hati dan lain sebagainya ke/pada sesamanya melalui (dengan cara) isyarat, gambar, garis-garis di tanah, kata-kata, atau pun bertindak (agar sesamanya yang lain mengerti).

Lahirnya Bahasa-bahasa

Waktu itu, para genius masa lalu mengumpulkan, menata, dan  mengsistismatiskan kata-kata serta  kalimat sehingga mencapai kesamaan makna sekaligus dipahami, dimengerti bersama pada suatu komunitas. Itulah permulaan Bahasa.

Menara, Zigurat, Babel, Kisah Kuno dalam Alkitab, menunjukkan bahwa, (i) sudah ada Bahasa, (ii) semuanya berbicara dengan Bahasa yang sama, (iii) pembangunan Menara Babel tertentu karena tiba-tiba terjadi perbedaan Bahasa, (iv) manusia memisahkan diri seturut Bahasa atau orasi, kata-kata yang dimengerti bersama

Jika menulusuri relief, arca, zigurat, serta peninggalan kuno lainnya, maka 5-10 000 Tahun SM, telah  “Bahasa” pada komunitas, etnis, suku-suku, dan bangsa; menyebar di Amerika, Afrika, Asia, dan lain sebagainya. Pada Era Yunani Koine, mulai terjadi penataan Tata Bahasa, terutama dilakukan oleh Aristoteles. Ia “membangun” Bahasa sebagai cara komunikasi antar sesama manusia; di dalamnya harus terjadi pesan yang diterima, dimengerti.

Bahasa-bahasa yang Ada dan Berkembang Sejak Masa Lalu

  1. Bahasa Mesir Koptik, warisan dari peradaban Mesir Kuno. Berkembang di Lembah Sungai Nil sejak 6000 SM atau mungkin lebih lama
  2. Bahasa Yunani. Bahasa Yunani tertua di Eropa. Berakar dari percakapan sehari-hari di Pulau Kreta dan Siprus
  3. Bahasa Sanskerta. Bisa disebut sebagai Bahasa Komunitas sekaligus Sastera Religius (dan Kitab Suci Veda, khususnya Hindu Kuno). Berkembang di India Kuno seiring perkembangan Agama Hindu
  4. Bahasa China. Dinasti Shang menata ulang dialek dan bahasa-bahasa Sub-suku, Suku menjadi Bahasa Nasional. Dari sini lahir Bahasa China Modern
  5. Bahasa Aram. Telah ada sejak +/- 3500 SM di Wilayah Eufrat Tigris
  6. Bahasa Ibrani. Merupakan Bahasa Tertua yang digunakan secara lisan atau percakapan sehari-hari; pertama kali memiliki Tata Bahasa; dan juga sebagai Bahasa Tulisan
  7. Bahasa Latin. Bahasa Nasional Kekaisaran Romawi. Bahasa Latin merupakan akar bahasa Italia, Prancis, hingga Inggris
  8. Bahasa Persia. Bahasa Persia atau yang sekarang dikenal sebagai Farsi digunakan sekitar tahun 600 SM oleh orang Iran Kuno
  9. Bahasa Tamil. Bahasa non-Sanskerta tertua, berasal dari India

Munculnya atau perkembangan bahasa tersebut, menjadikan orang-orang dalam komunitas “mulai” meninggalkan ungkapan pikiran, idea, gagasan, dll dari gambar, garis-garis, simbol, ukiran, (berganti) ke kata-kata atau pun kalimat. Inilah awal lahirnya kebiasaan dan tradisi tuturan, cerita, orasi serta narasi-narasi (panjang maupun pendek).

Bahkan, ketika orang-orang (pada komunitas) melihat segala sesuatu di sekitarnya (dan semesta), mereka deskripsikan ke dalam kata, kata-kata, kalimat, cerita, legenda, bahkan gambar-gambar, ukiran, goresan, serta simbol-simbol agar menjadi warisan ke generasi berikutnya, (warisan inilah, yang Anda dan Saya dapatkan pada masa kini).

Lahirnya Puisi

Pada masa lalu, Bahasa (dalam, saat, pada waktu) percakapan, bertutur, bercerita, orasi dan narasi; serta Garis-garis, Gambar, Simbol, Ukiran, dinilai mudah (dan sangat mudah) dimengerti, langsung dipahami, bahkan menyinggung perasaan (orang yang tersinggung dan juga tak mampu memahami dengan baik serta benar).

Karena kemudahan itu, maka para Genius Masa Lalu, di/dalam Komunitasnya (pada frame waktu, tempat, dan sikon masing-masing) menciptakan “Gaya Bertutur Pendek” (yang merupakan simpulan dari cerita, legenda, serta narasi-narasi panjang). Panjangnya hanya satu dua kalimat atau lebih (hingga 400-500 kalimat) sehingga orang hanya bisa memahaminya jika ia/mereka berpikir (olah pikiran) pada hal-hal yang tersirat pada apa yang didengar atau dibaca. Ini adalah awalnya kelahiran Puisi, Perumpamaan, Ibarat, kiasan, serta Syair-syair.

Gaya Berbahasa Puisi, Perumpamaan, Ibarat, serta Syair-syair itu, kemudian, berkembang (seturut mobilitas dan penyebaran manusia) pada Komunitas di pelbagai penjuru Dunia. Mulai dari Yunani (Kuno), Romawi, Sumeria, Pedalaman Afrika, Mesir,  Mesopotamia, China, Babel, Indian, Maori, Aborigin, Aztec, India, hingga Komunitas Asli Etnisitas di Nusantara.

Puisi-puisi tersebut, bisa disebut, memiliki “kekuatan” magis, misteri, pesan-pesan misterius, bahkan mampu “merobah” siapa pun yang membaca atau mendengarnya. Di dalamnya juga tersirat pesan-pesan Dewa, Roh, Tuhan (dalam tataran Religiusitas), serta himne, pujian, formula-formula ritus, pergumulan batin, ungkapan kepedihan hidup (dan kehidupan), penyembahan, ratapan, tangisan (dengan dan tanpa) air mata.

 

Screenshot_20240421_122746_Photo Editor
Puisi-puisi di Alkitab

Alkitab bukan Buku yang berisi deskripsi orasi dan narasi dari Musa, Daud, Salomo, dan Yesus, (yang mereka terima dari Allah) seperti yang dipahami (serta disalahpahami dan ngawur mengerti) pada banyak orang.

Alkitab bukan sekedar atau hanya itu, tapi lebih bahkan sangat jauh serta luas dari pemahaman terbatas tersebut. Sederhananya, Alkitab, yang dikenal sekarang, (i) berisi  hasil refleksi pemahaman teologis para penulis (sekitar 50 Orang), (ii) orasi, narasi, puisi, syair-syair di dalamnya ada yang sangat tua atau lama, bahkan melebihi keberadaan para penulisnya, (iii) orasi, narasi, kisah, puisi, syair di Alkitab dipengaruhi oleh Sastera (wilayah atau daerah) para penulis (ketika menulis) berada, (iv) umumnya iii tersebut dipengaruhi atau berakar dari Bahasa dan Sastera Ibrani, Yunani, Aram, Sumeria, Persia, Mesir, Ugarit, Babelonia, dan Wilayah-wilayah Pax Romana.

Itulah sebabnya, pada Era kekinian, bisa menemukan puisi-puisi di Alkitab sangat mirip dengan gaya bahasa serta puisi-puisi bukan dari Sastera Ibrani, Aram, dan Yunani (Bahasa dan Sastera yang dominan pada Alkitab). Bahkan, tidak sedikit struktur puisi Perjanjian Lama, memiliki kesamaan tata bahasa, kosakata, dan kiasan dengan Sastera (daerah, wilayah, sikon, tempat, waktu) yang berkembang pada saat penulis menulis. Karena pengaruh Religiusitas (ritus, penyembahan, ajaran, dan tradisi religius) El, Al-ilah, YHWH, puisi-puisi di Alkitab memiliki keunggulan spiritualitas, keilahian, ungkapan artistik, konsep-konsep moral, moral, etika, dan rohani; termasuk hubungan baru dengan Ilahi serta sesama manusia dan kemanusiaannya. Jadi, jika ingin memami puisi-puisi di Alkitab, apalagi untuk dikhotbahkan, maka tak sekedar baca ayat, kemudian tafsir seenaknya berdasarkan hasil olah pikir sendiri. Itu akan menghantarkan pada homolia yang jauh dari pesan dan makna yang terkandung pada puisi-puisi tersebut; bahkan menyesatkan umat.

Perlu diingat bahwa, para penulis (yang mendeskripsikan pesan Tuhan pada mereka), sering sekaligus sebagai seorang Penyair. Mereka mengungkapkan perasaan pribadinya melalui tulisan, yang bersifat syair, puisi lirik, hikmat; dan juga sebagai penyampai suara kenabian, sejarah, peristiwa-peristiwa nyata dari masa lalu sebagai epik.

Ciri-ciri Puisi-puisi Ibrani di Alkitab (yang dipengaruhi Sastera Aram, Babel, Yunani, Latin atau pun tidak), antara lain

  1. Akrostik, memulai tiap baris dari syair dengan sebuah huruf yang berbeda dari alfabet Ibrani. Contoh dalam Mazmur 119, dibagi dalam 22 set.  Masing-masing set terdiri 8 ayat; satu set untuk tiap huruf dari alfabet Ibrani. Setiap ayat pada setiap set dimulai huruf Ibrani yang sama, Aleph, atau A, pada alfabet Ibrani; Semua ayat set kedua, dimulai Beth, huruf kedua alfabet Ibrani, dan seterusnya. Juga memulai tiap baris dari syair dengan huruf berbeda dari alfabet Ibrani
  2. Mengulang bunyi dari tiap kata. Tujuannya, membuat aliterasi. Kadang pengulangan terjadi pada akhir tiap kata
  3.  Antropomorfisme. Menggunakan kiasan agar menolong pembaca memahami pesan penyair. Sering penyair Ibrani menggambarkan Allah dengan memakai istilah-istilah yang sesuai dengan manusia, dengan perasaan dan ciri-ciri tubuh seperti manusia. Misalnya, “Hal itu memilukan hati-Nya” (Kej. 6:6) dan “telinga-Nya” (II Sam. 22:7)
  4. Hiperbol (membesar-besarkan fakta), simile (menyamakan orang dengan objek), metafora, dan metonimia (penggunaan simbol secara puitis)
  5. Syir, syair yang diiringi alat musik.
  6. Mizmor, nyanyian, atau  himne ibadah
  7. Qina, nyanyian penguburan/syair ratapan
  8. Tehilla, himne pujian
  9. Masyal: amsal/nyanyian sindiran.
  10. Puisi singkat dan tegas. Mazmur, Ratapan, dan Kidung Agung, Amsal, Ayub, dan Pengkhotbah. Ayub, Amsal, dan Pengkhotbah, terdapat bagian terbesar dari puisi hikmat PL. Puisi hikmat lainnya terdapat dalam Mazmur 1; 4; 10; 14; 18:21-27; 19; 37; 90; 112, dan juga dalam Habakuk 3.  Puisi hikmat,  Amsal-amsal populer, Teka-teki, perumpamaan, Pembahasan panjang lebar mengenai masalah-masalah hidup
  11. Puisi Yahudi berisi hikmat ilahi, yaitu kebenaran Allah yang dinyatakan. Pada masa hakim-hakim, para pemimpin Yahudi memakai amsal, dongeng perumpamaan, dan teka-teki untuk menyampaikan kebenaran Allah (Hak. 14:14, 18; 8:21; 9:6-21)
  12. Banyak puisi hikmat dari daerah Timur Dekat zaman dahulu mencoba membuat persamaan antara dunia alami dengan kehidupan rohani manusia. Contohnya, Amsal orang Mesir tentang Amen-emopet (1150-950 sM) yang mirip dengan Amsal 22:17-23:23
  13. Sastra hikmat PL disusun dari kumpulan tulisan orang-orang yang mencatat ajaran orang-orang bijaksana (Amsal 1:6; 22:17) yang sedang memberi nasihat kepada raja
  14. Hikmat Populer, yaitu hikmat yang dimiliki oleh orang bijaksana yang tidak melayani di istana. Orang-orang bijak seperti ini memiliki andil sepanjang zaman PL

Penting untuk Memahami Puisi Perjanjian Lama. Para penulis Puisi di PL menggunakan berbagai cara penulisan, antara lain

  1. Rhyme (sajak), berkaitan dengan bunyi kata-kata
  2. Meter (irama syair)  berkaitan dengan pemakaian aksen dari kata-kata penyair untuk menetapkan irama dalam tiap baris dan suatu pola irama di seluruh syair
  3. Paralelisme, teknik yang paling sering dipakai oleh para penyair di PL.
  4. Paralelisme Lengkap. Pengulangan pikiran yang tepat atau pikiran yang berlawanan dari satu baris dalam baris yang berikut: Israel tidak mengenal. Umat-Ku tidak memahaminya (Yes. 1:3). Israel adalah sama dengan umat-Ku. Kata “tidak mengenal” sejajar dengan “tidak memahaminya”. Terdapat kata-kata yang berbeda dalam tiap baris untuk mengungkapkan gagasan yang sama
  5.  Paralelisme Antitesis, pengungkapan gagasan dalam satu baris dan gagasan yang bertentangan dalam baris berikutnya. Contoh: Anak yang bijak menggembirakan ayahnya, tetapi orang yang bebal menghina ibunya (Amsal 15:20)
  6. Paralelisme Lengkap, yang mengulang gagasan dalam suatu baris dengan istilah-istilah kiasan atau simbolis atau paralelisme emblematic. Seperti arang untuk bara menyala dan kayu untuk api, demikianlah orang yang suka bertengkar untuk panasnya perbantahan (Amsal 26:21).
  7. Paralelisme Memuncak. Paralelisme yang paling menarik adalah paralelisme “tangga” atau memuncak. (1) Sebab sesungguhnya musuh-Mu, (2) ya Tuhan. (1) Sebab sesungguhnya musuh-Mu (3) Akan binasa. (1) Semua orang yang melakukan kejahatan (3) akan dicerai-beraikan (Mazmur 92:10).

Puisi-puisi di Perjanjian Baru

  1. Tidak ada Surat di PB yang bersifat puisi. Jika menemukan puisi di PB, maka itu merupakan copy paste dari Perjanjian Lama, dengan sedikit gubahan atau pun Kontekstualisasi
  2. Pada Surat-surat, ada juga puisi yang disampaikan secara bersemangat dan mengalir. Contohnya, Khotbah di Bukit. Yesus tampil sebagai seorang pengajar dari PL yang mengajarkan hikmat. Bagian pembukaan khotbah-Nya (Ucapan Bahagia) menggunakan paralelisme. Seluruh nada penyajian-Nya berlawanan dengan apa yang biasanya terdapat dalam sastra klasik. Jelaslah, Yesus sedang menetapkan patokan-patokan ideal yang berbeda dari patokan-patokan yang didukung dalam kesusastraan
  3. Beberapa ayat pada Yakobus mengingatkan irama dan sifat-sifat sastra dari Khotbah di Bukit.
  4. Kitab Wahyu yang berisi banyak mazmur/himne. Juga menggunakan bermacam-macam paralelisme, yang mengingatkan pada puisi kenabian di PL. Namun, syair-syair tersebut berbeda dari Perjanjian Lama, sebab mempertalikan berbagai gelar, nama, dan kesempurnaan Allah dengan Yesus Kristus.
  5. Kitab Wahyu juga ditandai oleh simbolisme yang kuat, pengulangan, struktur paralelisme, dan lain sebagainya. Semua materi penglihatannya dituliskan dalam jenis prosa puitis yang gembira
  6. Di PB, ada lebih dari 200 copy paste dari Perjanjian Lama; dan sekaligus merupakan sisipan (sekitar 2000) sastera; dan mendapat pengaruh Sastera Aram serta Romawi atau Latin. Misalnya,
    • Lukas 1:46-55, Magnificat,  Jiwaku memuliakan Tuhan;
    • Lukas 1:67-79,  Benedictus, terpujilah;
    • Lukas 2:14, Gloria in Excelsis, Kemuliaan di Tempat yang Maha Tinggi;
    • Lukas 2:29-32, Nunc Dimitis, Sekarang, biarkanlah pergi …”

Dari Sana-sini oleh Opa Jappy

VIDIO

 

Ayub

Ayub, Ibrani, סֵפֶר אִיּוֹב, Sefer Iyov; Arab, أَيُّوب,ʾAyyūb, serapan dari Ibrani, אִיּוֹב‎, Iyov kaitan dengan אָיַב, ayav, menjadi musuh dan אוֹיֵב, oyev, musuh, yang dibenci.

Ayub merupakan tuturan kuno tentang sosok Ayub dan percakapan (berbentuk puisi) sahabat-sahabatnya, yaitu Elifas (orang Téman), Bildad (orang Suah), Zofar, (orang Naama), dan Elihu (orang Bus).

Di dalam Ayub, jika memahami percakapan mereka, tidak melulu tentang pergumulan hidup dan kehidupan penuh penderitaan, kesedihan, dan air mata.

Di dalamnya juga menjelaskan tentang Allah, Tuhan, makna hidup karena kebenaran, sekaligus sinis terhadap kehidupan (penuh kebenaran) tersebut, penciptaan, lingkungan hidup, serta manusia dan kemanusiaannya.

 

Mazmur

Mazmur, Arab, مَزْمُوْرٌ mazmūr; Ibrani, מִזְמוֹר,  mizmor atau suara petikan musik dawai dan bernyanyi diiringi dawai. Yunani, ψαλμός psalmós,  ψάλλω, psállō, aku menyentak atau  memetik. Latin, psalmus.

Mazmur dimaknai sebagai kidung, madah, puji-pujian atau himne yang ditujukan kepada Tuhan. Mazmur 1-150, merupakan kumpulan puji-pujian yang digubah oleh banyak penulis atau penyusun; antara lain Daud, Salomo, Asaf, dan Bani Korah.

Puji-pujian tersebut dinyanyikan pada saat tertentu; misalnya, ibadah, persembahan korban, perjalanan ziarah, penobatan raja, bahkan saat perayaan atau pesta, dan lain sebagainya Sambil diiringi kecapi,  gambus,  rebana, dan lain-lain.

 

Amsal

Amsal, diimani, berasal, bersumber dari Salomo, serta beberapa nama lainnya (tertulis pada beberapa pasal di Amsal). Kata Amsal serapan dari bahasa Arab, أَمْثَال‎, amṯāl; bentuk jamak dari مَثَل, maṯal atau kemiripan, umpama, perumpamaan, metafora, simile, pepatah, peribahasa, misal, contoh, pelajaran, model. Arab, ʾamṯāl, bahasa Ibrani, מָשָׁל‎ masyal atau contoh, misal, perumpamaan, nasihat, pepatah.

Ibrani, סֵפֶר מִשְלֵי, Sefer Misylei‎. Amsaln atau Masyal dari akar kata yang berarti mirip, menyerupai; sehingga dimaknai sebagai perumpamaan atau ibarat. Septuaginta, disebut Βιβλίον Παροιμία, Biblíon Paromíai (Yunani). Vulgata, disebut Liber Proverbiorum, (Latin).

Amsal merupakan kumpulan puisi, sajak-sajak, ucapan-ucapan ringkas sebagai simpulan dari orasi serta narasi edukasi publik, berbagai nasehat, seruan, bahkan perintah (yang panjang). Orasi dan narasi yang disampaikan Salomo (atau Stafnya) pada anak muda, calon pegawai Istana, dan siapa pun atau umat yang mau belajar. Amsal terdiri dari 31 pasal; sehingga jika membaca 1 pasal setiap hari, maka selesai pada akhir bulan.

 

Pengkhotbah

Pengkhotbah, Ibrani, Qohelet מְגִלַּת קֹהֶלֶת, Megillat Qohelet‎. Yunani, Βιβλίον Ἐκκλησιαστής, Biblíon Ekklēsiastḗs; Vulgata, Liber Ecclesiastes.

Pengkhotbah, pada masa lalu, merupakan sebutan atau gelar; diberikan pada orang sementara berorasi. Itu sesuai makna qoheleth; dari qahal atau berkumpul. Qohelet berarti seseorang atau orang yang biasa dan sementara berbicara pada suatu perkumpulan, Pengkhotbah, sejak lama, diyakini bersumber dari Salomo. Atau orasi dan narasi edukasi dari Salomo ditulis, dicatat ulang, oleh Salomo atau para staf Kerajaan

Salomo berkuasa sebagai Raja, 970-931 SM. Namun, sejumlah puisi, orasi, dan narasi, pada Kitab Amsal, Pengkhotbah, dan Kidung Agung, yang dihubungkan dan bersumber dari Salomo; ditulis atau dikumpulkan sejak ia masih muda, bahkan ketika usia remaja.

Ia menyebut diri anak Daud, raja di Yerusalem, 1:1,12; pemimpin paling bijaksana dari umat Allah, 1:16; penggubah banyak amsal,12:9; kerajaannya dikenal karena kekayaan dan kemuliaan berlimpah-limpah, 2:4-9. Bahkan, sumber Sejarah Raja-raja Israel menyebut bahwa Salomo menulis tidak kurang dari 3000 amsal dan 1005 lagu,  1 Raja-Raja 4:32,

    1. Masyarakat Yunani kuno, memaknai hikmat sebagai kebajikan penting. Ada di Dewi Metis dan  Athena (Athena keluar dari kepala Zeus; kuat, adil, murah hati dan perawan suci)
    2. Socrates dan Plato, pada masanya, disebut sebagai filsuf yang memiliki pengetahuan, pemahaman, pengertian paripurna. Mereka adalah orang-orang yang cinta  Hikmat atau filosofi (filo, cinta, kasih; sofia, hikmat).
    3. Aristoteles, hikmat sebagai pemahaman sebab-akibat; mengetahui mengapa suatu hal itu seperti itu; lebih dari sekedar tahu
    4. Mesir Kuno, Dewa Sia personifikasi hikmat atau dewa kebijaksanaan
    5. Perjanjian Lama, hikmat dikaitkan dengan Salomo, raja yang meminta hikmat dari Allah. Hikmat, חכם, disebut 222 kali di Alkitab, sebagai sifat baik tertinggi; berhubungan erat dengan kebaikan, חסד, keadilan  צדק

Jadi?

Hikmat merupakan pengetahuan, pengertian, pemahaman menyeluruh (tentang atau terhadap sesuatu). Hikmat mendorong agar bertindak (psikomotorik), terjadi perubahan sikap dan nilai/value (afektif), dan menambah pengetahuan (kognitif)

 

Kidung Agung

Kidung Agung, Ibrani שִׁיר הַשִּׁירִים‎, syir hassyirim. Dari שִׁיר, syir, syair, puisi, lagu, kidung;  הַשִּׁירִים hassyirim, syair dari syair-syair. Kidung Agung adalah kumpulan puisi-puisi cinta dan kasih sayang. Puisi cinta dua orang yang saling mencintai,  memuji, berbalasan, dan penuh hasrat untuk memadu asmara serta kemesraan.

Kidung Agung sebagai puisi cinta yang umum, universal, dan tak hanya tertuju untuk umat Allah pada masa itu. Sehingga tidak menyebut Hukum Taurat, Hukum Allah, dan lainnya, Sehingga, pembaca atau pendengar, Kidung Agung bebas memaknai, pahami, aplikasikan sesuai kecerdasannya, kebutuhan, dan sikon dirinya.

 

Ratapan

Ratapan, Yunani, Θρῆνοι Ἰερεμίου,Thrênoi Ieremíou, atau Ratapan Yeremia. Ibrani, אֵיכָה, eikhah, אֵיךְ, eikh, אֵיכָכָ֤ה, eikhakhah; harfiah, mengapa, dengan cara apa atau betapa. Ratapan atau “tangisan atau menangis berirama,” suatu kebiasaan umum pada masyarakat Timur Tengah (sejak masa lalu hingga kini). Kitab Ratapan, dihubungkan dan dipercaya bersumber dari Yeremia. Ia meratap, sesuai nada dan irama yang telah ada (kebiasaan dan populer) di masyarakat. Misalnya, syair yang biasanya digunakan pada ibadah, doa dan puasa, dan berkabung

Namun, Yeremia mengisi dengan kata-kata (bentuk puisi) tentang kesudahan Yehuda oleh Babel tahun 586/7 SM; serta kekalahan, keruntuhan, kejatuhan Yerusalem, kota kebanggaan Umat, 

Yeremia juga termasuk umat yang ditawan dan dibuang ke Babel. Di tempat itulah ia menulis isi ratapannya (ketika masih di Yerusalem), dan menambah (copas dan hubungkan) dengan puisi dari sumber-sumber setempat. Bahkan, ungkapan hiburan, harapan, dan pemulihan, jika umat bertobat serta berbalik ke hadapan Tuhan

Karena, ada pesan Tuhan bahwa, “Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!” (Pasal 3 ayat 22-23)

 

Opa Jappy