ins-788

Bogor, Jawa Barat | Agaknya Negeri Tercinta ini selalu ramai dan dan cenderung gaduh. Salah satu sumber keramaian dan kegaduhan tersebut, itu-itu saja, yakni para elite politik, termasuk para Petinggi Parpol.

Bayangkan saja, hampir setiap kegiatan Parpol, utamanya Munas, Konferensi, HUT, memunculkan orasi dan narasi politik, yang kadang membuat rakyat menjadi salah tafsir, bingung, bahkan pusing 7 keliling, dan cenderung tak seiring dengan ‘Kesehatan, Kedewasaan, serta Tumbuhkembangi Demokrasi’ di Indonesia.

Misalnya, beberapa waktu lalu, orang-orang di Parpol Sang Mantan selalu mengeluarkan pernyataan kritik pemerintah tapi tak berdasarkan data dan fakta; Parpol berlabel Nasional dan Demokrat, justru buat heboh dengan ‘mengusung’ Gubernur Gagal sebagai bakal calon Presiden RI, dan yang terbaru adalah Oma-oma di HUT Parpol seakan menyebut ‘Presiden adalah petugas Parpol.’

Hadeh! Emangnya, Presiden itu hasil Pilpres atau rakyat memilih Partai Politik? Dan, Parpol yang mendapat suara mayoritas maka mengangkat seseorang dari antara mereka menjadi Presiden.

Petugas partai ataukah petugas rakyat? Narasi inilah yang kembali ramai diperbincangkan ketika Si Oma berkata, “Pak Jokowi kalau enggak ada PDI Perjuangan, ya kasihan, dah. Lho, legal formal, lho. Mereka jadi presiden enggak ada gini, legal formal, itukan aturan mainnya.”

Si Oma, seakan menunjukkan bahwa kedudukannya melampaui pemegang mandat rakyat, yaitu Presiden,  jadi, pemegang mandat tersebut harus taat, tunduk, taat, and ikuti maunya Parpol. Waduh!

Agaknya Si Oma lupa bahwa Presiden tidak dipilih oleh partai politik, tapi oleh rakyat. Sumber kekuasaan presiden dari rakyat, bukan dari partai. Presiden jelas bukanlah petugas partai. Presiden merupakan pemegang mandat tertinggi yang diberikan rakyat untuk memimpin negeri. Sehingga jika menyebut bahwa Presiden adakah Petugas Partai maka itu merupakan pengingkaran terhadap prinsip demokrasi; demokrasi langsung, Presiden, lebih tepat, disebut  Petugas Rakyat.

Selain itu, agaknya Si Oma juga lupa bahwa pada Pilpres 2014 dan 2019 Partainya tidak sendirian, melainkan bersama Parpol lainnya, alias koalisi parpol. Jadi, sebaiknya Si Oma dan elite pada partainya, tak perlu tunjuk gigi and sok berkuasa, serta paling berpengaruh terhadap Presiden RI.

Apalagi, jika mutar jauh ke belakang, Joko Widodo bukan kader PDIP ketika ia menjadi Walikota Surakarta; namun sudah dilirik dan dan ‘dijaga’ sejumlah kalangan. PDIP baru melihat dan mengenal potensi Jokowi ketika rencana pencalonan sebagai Gubernur  DKI Jakarta.

Jokowi mengalami proses yang mungkin saja, ia tidak sadari; dan sekaligus ia rasakan bahwa dirinya harus menjadi Orang Nomor Satu di NKRI; dan itu terjadi. Ketika menjadi Presiden RI, jejak-jejak sebagai pemimpin yang naik dari tangga terbawah, tetap membekas. Semuanya itu, karena proses; proses yang cukup panjang.

Bagaimana dengan Suksesi pada 2024

Pilpres 2024 sudah tak lama, durasi waktunya semakin dekat, jadi, lebih baik tak sibuk dengan orasi dan narasi tentang Jokowi, melainkan berproses agar menemukan ‘Next Jokowi’ yang tepat.  Karena menjadi seorang pemimpin bangsa harus melalui proses; dan proses tersebut (secara terlihat maupun tidak). Apalagi, pada era kekinian, ketika kata, orasi, narasi, tindakan, bahkan perilaku moral terekam (secara otomatis, sengaja, dan tidak sengaja) oleh Media, serta terarsip rapi di Dunia Maya.

Dengan itu, nantinya, orang yang menjadi Presiden pada Suksesi 2024, siapa pun dia, lebih baik, mulai sekarang ia harus dipersiapkan (dan mempersiapkan diri) dengan baik, benar, serta terbuka di hadapan publik. Dalam artian, ia harus memproses diri sendiri serta diproses (secara terbuka dan diam-diam) oleh setiap telinga, mata, dan hati Bangsa dan Rakyat Indonesia.

Memang, masih lama durasi menuju Tahun Suksesi 2024, namun bukan bermakna, kita, Anda dan saya sebagai rakyat Indonesia acuh ke/pada masa depan. Justru karena masih lama tersebut, maka ada banyak waktu  dan kesempatan untuk mencari, menemukan, melihat, dan merekam semua jejak yang ada. Merekam apa-apa yang dilakukan mereka, yang nantinya berpeluang menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI.

STOP Menyebut Presiden sebagai Petugas Partai

Opa Jappy | Suara Peduli Keadilan Rakyat