Screenshot_20231008_062905_Samsung Notes

West Australian, K-IHI | Kurang dari empat bulan, di Utara Kita (maksudnya Australia, Editor), akan berlangsung Pemilu Demokratis; salah satu Pemilu terbesar di Dunia. Sekitar 205 juta masyarakat Indonesia -termasuk lebih dari 100 juta pemilih Gen-Z dan milenial- akan pergi ke tempat pemungutan suara pada tanggal 14 Februari untuk memilih Presiden baru,  hampir 600 Anggota Parlemen, dan lebih dari 1000 Anggota Dewan Faerah. Akan ada sekitar 800.000 TPS dan enam juta petugas pemilu.

Selama 10 tahun terakhir, Indonesia dipimpin oleh Joko Widodo (atau Jokowi begitu ia disapa) yang meskipun memiliki popularitas besar, akan mundur sesuai dengan konstitusi yang, seperti Amerika, hanya memperbolehkan presiden hanya menjabat selama 10 tahun.

Jokowi mulai menjabat dengan dukungan dari partai PDI-P yang populer dan berkuasa yang dipimpin oleh Megawati Sukarnoputri, putri mantan presiden Sukarno, dan terutama dengan dukungan besar dari para pemilih relawan yang paham teknologi, relawan muda non-parpol yang percaya dalam calon presiden mereka.

Orang kuat Indonesia dan Menteri Pertahanan saat ini, Prabowo Subianto, akan mencalonkan diri untuk ketiga kalinya dalam upayanya memimpin Indonesia. Prabowo adalah mantan menantu Presiden otokratis Suharto dan dikaitkan dengan penculikan dan pembunuhan sejumlah aktivis selama runtuhnya rezim Suharto pada tahun 1998. Ia juga masuk daftar hitam di Australia dan AS, meskipun tak pernah didakwa dengan tuduhan tersebut.

Pada tahun 2019, Prabowo oleh Jokowi untuk menjadi menteri pertahanan Indonesia, peran yang ia tangani dengan penuh martabat dan keterampilan.

Ambisi Prabowo untuk menjadi presiden yang beruntung untuk ketiga kalinya tampaknya tidak mungkin terjadi karena PDI-P mengumumkan calon pilihannya mendatang adalah Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo -seorang pemimpin yang cerdas, menyenangkan, dan penuh pertimbangan yang juga akan menarik perhatian negara-negara Barat, termasuk Australia dan Amerika.

Dengan popularitas Jokowi sebagai petahana di Istana, dan hubungannya yang kuat dengan partai PDI-P yang kuat, Ganjar dipandang sebagai calon penerus yang mampu mengalahkan Prabowo, dan Anies Baswedan, mantan gubernur Jakarta.

Namun, politik Indonesia, tidak ada yang bisa diasumsikan secara tepat, hanya mendekati. Termasuk melihat keinginan serta kebijakan-kebijakan saat ini, terus berlanjutnya pembangunan infrastruktur besar-besaran. Dan lebih penting, menciptakan dinasti keluarganya memainkan peran penting di masa depan dalam politik Nasional.

Pekan lalu, Mahkamah Konstitusi Indonesia secara sensasional membatalkan undang-undang (yang agak konyol) yang melarang individu berusia di bawah 40 tahun untuk ikut serta dalam pemilihan presiden, sehingga memungkinkan putra Jokowi, Gibran, 36, untuk mengejar keinginannya untuk melanjutkan jejak ayahnya di kehidupan politik tingkat atas.

Problematis lagi adalah Ketua Mahkamah Konstitusi adalah ipar Presiden Jokowi, koneksi yang sangat dekat menurut lawan-lawan politik Jokowi.

Prabowo kemudian mengumumkan bahwa Gibran menjadi cawapres pada Februari 2024, dan juga  didukung oleh ayah Gibran, Jokowi. Hal tersebut membuat partai pendukung Jokowi, PDI-P, dan Megawati marah; mereka menilai sebagai tindakan ketidaksetiaan yang serius.

Jokowi akan berhenti sebagai Presiden, namun masih memiliki tingkat kepercayaan publik lebih dari 80%. Yang belum bisa dipastikan adalah, “Apakah para pendukung Jokowi menolak rencana dinasti keluarga yang diusung oleh presiden mereka?” Atau, “Apakah mereka mengarahkan suaranya ke Ganjar Pranowo dan PDI-P?” Atau, “Loyalitas ke Jokowi mendukung tim Prabowo-Gibran?”

Faktanya, tidak ada yang tahu pasti, mengingat banyaknya liku-liku politik di Indonesia. Namun jika masyarakat Indonesia memilih Prabowo untuk menjadi presiden di negara berkembang yang besar ini (maksudnya, Indonesia) maka lanskap kawasan ini pasti akan berubah mengingat Indonesia berada di ambang Australia.

Dan kemungkinan besar akan menjadi negara dengan perekonomian terbesar keempat di dunia pada tahun 2040 dan sudah menjadi pemain regional yang sangat kuat. Negara yang secara geografis terletak tepat di antara Australia dan Tiongkok.

Tentu saja, kepresidenan Prabowo akan “disambut baik” oleh Australia, namun hasil seperti itu akan membuat Pemerintah Australia agak tidak yakin mengenai masa depan demokrasi dan hubungan luar negeri Indonesia.

Prabowo adalah orang yang menawan, menarik, dan berbicara bahasa Inggris dengan sangat baik. Ia juga memahami budaya barat dan kemungkinan besar ingin diterima di kalangan diplomatik sebagai negarawan internasional. Namun di dalam negeri, Prabowo terkenal dengan gaya otokratisnya yang kuat dan temperamennya yang galak ketika sedang gelisah.

Australia membutuhkan Indonesia yang suportif dan patuh dalam berbagai masalah keamanan regional dan dunia yang akan menuntut kita memberikan Indonesia lebih dari sekedar kata-kata hangat untuk mempertahankan dan membangun kapasitas dalam hubungan bilateral yang hangat saat ini.

Ross B. Taylor AM  (Pendiri Indonesia Institute yang berbasis di WA). Alih Bahasa, oleh Opa Jappy (Lurah IHI)

Sumbee https://thewest.com.au/opinion/ross-b-taylor-indonesia-election-has-many-ramifications-for-its-neighbours–c-12347799