Mafia Pajak

 

Srengseng Sawah, Jakarta Selatan | Pajak, Bea, Pungutan, Upeti, Potongan, Pertambahan Nilai, atau apa pun istilahnya, sederhananya, merupakan ‘Sejumlah atau Besaran (nilai) uang yang dibayarkan oleh pengguna jasa, barang, lokasi (tanah dan bangunan), serta urusan administrasi ke/pada Negara.” Dengan itu, pajak (untuk gampangnya, saya gunakan istilah ini) merupakan kewajiban Warga Negara serta Hak Negara (mengambil dan menerimanya).

Hasil dari pajak tersebut, sebagai salah satu unsur sumber keuangan dan digunakan untuk kelangsungan Negara. Oleh sebab itu, sejak zaman kuno, Negara menarik pajak dan rskyat wajib memberi. Itu pentingnya pajak.

Karena pentingnya pajak, maka Negara membentuk sejumlah lembaga atau institusi penarik pajak dari pusat hingga daerah. Agar, teknis, mekanisme, pelaksanaan penarikan pajak berlangsung dengan baik, lancar, tepat, benar, dan jujur.

Sayangnya, “unsur baik, lancar, tepat, benar, dan jujur” itu, di Indonesia, patut dipertanyakan. Karena, begitu mudahnya orang Indonesia melakukan penggelapan pajak. Sejumlah Aparat Negara berada dalam sangkar “Ketidakwajaran Kekayaan yang Fantastis,” hasil dari penggelapan pajak dan pelaporan yang tidak sesuai dengan kekayaannya.

Modus Penggelapan Pajak

1. Tidak melaporkan penjualan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Ini paling umum terjadi, dan merata di mana-mana. Misalnya, pabrik menjual 10 item barang; 5 dilaporkan, lima tidak; 5 terkena pajak, sisanya aman tercatat di data tersembunyi.

2. Memambahkan biaya-biaya fiktif. Caranya dengan membuat kontrak management (technical/consultant) dengan perusahaan lain, tapi masih satu grup, serta ada management fee/technical fee/consultant fee. Jadi, uang berputar pada gang yang itu-itu juga; itu adalah model lingkaran setan ‘merampok hak Negara.’

3. Kwitansi Biaya Fiktif. Biasanya dilaporkan sebagai biaya operasional, produksi, transportasi, asuransi, dan lain sebagainya. Semuanya fiktif, uangnya numpuk di perusahan; menjadi bagian pemilik atau direksim

4. Kontrak hedging atau wash-out secara tanggal mundur, serta mengalami kerugian.

5. Faktur Pajak tanpa transaksi uang dan barang.

6. TIdak menyetorkan pajak yang dipotong atau dipungut. Bendaharawan pemerintah memotong PPh 21 atas gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS), PPh 23 dan PPn atas proyek pemerintah tetapi tidak melaporkan pemotongan tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan tidak menyetorkan pajak yang telahh dipotong atau dipungut tersebut ke Bank Persepsi.

7. Rekayasa Ekspor untuk mendapatkan restitusi PPN. Perusahaan eksportir menambahkan ekspor fiktif atau ekspor dari pengusaha yang lain sebagai penjualan ekspor perusahaannya, kemudian akan mencari faktur pajak masukan yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya untuk tujuan restitusi PPN.

Kasus Rafael, Wahono, Eko, dan Andhi

Rafael Alun Trisambodo pejabat Direktorat Jenderal Pajak, dengan kekayaan berlimpah, plus gaya hidup keluarga yang hedonis, akhirnya terungkap ke publik. Terindikasi Rafael Alun Trisambodo adalah satu dari sekian banyak Oknum Kementerian Keuangan RI yang melakukan kejahatan berjamaah seperti penghindaran pajak, pencuci an uang, hingga celah gratifitikasi dan suap.

Bayangkan, KPK menemukan sebanyak 134 pegawai Ditjen Pajak memiliki saham di 280 perusahaan. Aset dan penghasilan dari perusahaan-perusahaan itu banyak yang tidak dicantumkan dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara. Publik mengharapkan KPK tidak berhenti hanya sampai Rafael, Wahono, Eko, dan Andhi.

Transaksi Mencurigakan Pegawai Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai

Menko Polhukam Mahfud MD mengungkapkan, dalam kurun waktu 2009-2023 terdapat transaksi-transaksi mencurigakan di lingkungan pegawai Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai senilai tidak kurang dari Rp 300 triliun. Laporan PPATK, semua transaksi tersebut dilakukan 460 lebih individu. Tapi, tenggelam terbawa badai  Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

 

 

Rakyat Negeri Tercinta Ini, hanya bisa elus dada, ketika terungkapnya kasus-kasus penggelapan pajak. Tapi, hanya diam, tak mampu berbicara. Para penjahat itu, bisa membisukan siapa saja, jika menyoroti kekayaan hasil kejahatan mereka.

Opa Jappy