Satu September 2023, Saya menulis bahwa

“Kini, terang benderang, arah dukungan Presiden Jokowi ke Prabowo, berbeda dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Bisa dikata, Presiden Jokowi sebagai King Maker yang memiliki kekuatan dan arus politik.

Kecondongan Jokowi ke Prabowo makin terlihat saat memperhatikan beberapa elemen relawan Jokowi yang mendeklarasikan dukungan kepada Prabowo tidak bisa dianggap enteng.

Akibat kecenderungan ke Prabowo tersebut, membuat poros PDI Perjuangan yang mengusung Ganjar meradang, nangis darah dan tak berdaya. Agaknya, PDIP harus legowo, bahwa sosok yang mereka sebut “Petugas Partai” tersebut tak bisa diatur untuk Who and Who’s Next Jokowi

Jadi, publik melihat dukungan Presiden Jokowi bukan sebagai ketidaknetralan; melainkan mencari penerus programnya. Publik juga berharap dukungan Presiden Joko Widodo, membuat kandidat menyadari diri, jika terpilih, bisa melanjutkan segala sesuatu yang belum selesai.”

Kemarin, 20 Maret 2024, Keputusan KPU RI menyatakan bahwa Perolehan Suara Pilpres

  1. Amin, 40.971.906 Suara, 24,6 %
  2. Gemoy, 96.214.691 Suara, 58,6 %
  3. Gama, 27.040.878 suara, 16,5 %

Fakta di atas, sekali lagi, membuktikan penghilatan dini terhadap berbagai sikon dan persoalan sosial politik keamanan, terbukti atau nyaris tak pernah meleset atau pun gagal.

Semuanya itu, bukan karena Saya setara Notradmus atau Jayabaya, namun hanya melalui pembiasaan serta Pendekatan Hermeneutika Politik. Dengan itu, saya pun semakin hati-hati, eling, tahu diri bahwa talenta yang dipercayakan Sang Khalik itu, harus dilipatgandakan; karena suatu waktu Ia akan meminta pertanggungjawaban.

Kembali ke Gemoy yang menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI Pasca 20 Oktober 2024. Apakah mereka tetap melangkah di/pada/dalam Jejak-jejak yang telah disediakan oleh Presiden Jokowi?  Agaknya, Anda dan Saya, harus wait and see. Hanya waktu yang bisa bercerita dengan diam dan sunyi.

download (1)

Menolak Lupa

Syarat presiden “Indonesia Asli” tentu bisa menghentikan keturunan imigran Asing di NKRI sebagai calon presiden atau paling tidak calon wakil presiden di tahun 2024.

Namun, frasa UUD 45, pasal 6 ayat 1 tersebut, bisa saja,” dimentahkan” dengan UU No.7 Tahun 2017, tentang Syarat menjadi Presiden pasal 169, antara lain (i) Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (ii) Warga Negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain atas kehendaknya sendiri, (iii) Suami atau istri calon presiden dan suami atau istri calon Wakil Presiden adalah Warga Negara Indonesia, (iv) Tidak pernah mengkhianati negara serta tidak pernah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana berat lainnya.

Lalu?

Dengan ketentuan UU seperti itu, maka siapa pun, termasuk turunan Orang Asing, Pendatang, atau Imigran, bisa menjadi Calon dan Presiden/Wapres RI. Itu seturut dengan amanat UU, bahwa “Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara.”

Jika mengikuti UU No.7 Tahun 2017, tentang Syarat menjadi Presiden pasal 169, maka “sosok asing,” bisa menjadi Capres/Cawapres pada Pilpres 2024.


Bogor, Jawa Barat | Saat Ini, Orang Indonesia, siapa pun dia, jika otak dan pikirannya waras serta normal, pasti menilai Presiden Jokowi telah berhasil memulihkan keutuhan Indonesia; dan masih perlu kelanjutan. Sebab, ia belum seutuhnya selesai. Namun, dirinya, sesuai amanat Undang-undang, Presiden Jokowi harus meninggalkan jabatannya.

Lalu, siapa yang bisa, pas, cocok, tepat berada di posisi yang ditinggalkan tersebut? Tepatnya, “Siapa Next Jokowi?”

Suka atau tidak, Presiden harus “melakukan sesuatu” agar terjadi kelanjutan proses pembangunan yang belum selesai. Itu juga bermakna, ia harus kesampingkan frasa “Posisi sebagai Kepala Negara yang seharusnya netral terhadap para Kandidat Presiden pada Pilpres RI 204.”

Dalam frame kelanjutan dan melanjutkan proses pembangunan itulah, maka rakyat Indonesia, harus bisa menerima kenyataan bahwa “Presiden Jokowi menunjukkan keberpihakan serta dukungan pada salah satu Kandidat Presiden.”

Oleh sebab itu, dalam rangka meraih dukungan Presiden tersebut, maka ada baiknya, ketiga bapak kandidat yang sudah nampak, Ganjar Pranowo (BGP),  Prabowo Subianto (BPS), dan Anies Baswedan (BAB), memperlihatkan diri paling pas sebagai Next Jokowi.

Mereka bertiga, bila perlu, memperebutkan dukungan dalam  rangka ‘magnet suara.’ Juga harus pahami bahwa tanpa restu Presiden Jokowi, maka tak khan mampu menggiring arah dan pilihan para pendukung dan relawan.

Kini, terang benderang, arah dukungan Presiden Jokowi ke Prabowo, berbeda dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Bisa dikata, Presiden Jokowi sebagai King Maker yang memiliki kekuatan dan arus politik.

Kecondongan Jokowi ke Prabowo makin terlihat saat memperhatikan beberapa elemen relawan Jokowi yang mendeklarasikan dukungan kepada Prabowot idak bisa dianggap enteng.

Akibat kecenderungan ke Prabowo tersebut, membuat poros PDI Perjuangan yang mengusung Ganjar meradang, nangis darah dan tak berdaya. Agaknya, PDIP harus legowo, bahwa sosok yang mereka sebut “Petugas Partai” tersebut tak bisa diatur untuk Who and Who’s Next Jokowi.

Jadi, publik melihat dukungan Presiden Jokowi bukan sebagai ketidaknetralan; melainkan mencari penerus programnya. Publik juga berharap dukungan Presiden Joko Widodo, membuat kandidat menyadari diri, jika terpilih, bisa melanjutkan segala sesuatu yang belum selesai.

Opa Jappy